MEWUJUDKAN DEMOKRASI MELALUI
PEMILIHAN UMUM YANG JUJUR, ADIL DAN TAK TERCELA DALAM MEMBENTUK NKRI
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan
PPKn SD
Dosen
pengampu: Dr. Drs. Sukirman, S.Pd.,
S.H.,
M.M.
Disusun
oleh:
Nama : Nanik Istika Wati
NIM : 2015-03-006
PROGDI MAGISTER
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2017
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN....................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
RINGKASAN.............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4
A. Demokrasi ......................................................................................... 4
1. Pengertian Demokrasi ................................................................. 4
2. Jenis-jenis Demokrasi .................................................................. 6
3. Prinsip-prinsip Demokrasi ........................................................... 8
B. Periode Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia ................................... 9
1. Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Revolusi (1945
- 1950) ....... 9
2. Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Lama
(1950 - 1966) ... 10
3. Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Baru
(1966 - 1998) .... 11
4. Pelaksanaan Demokrasi Reformasi (1998 -
Sekarang) ................ 12
C. Pemilihan Umum (Pemilu) ................................................................ 12
1. Hakikat Pemilihan Umum (Pemilu) ............................................. 12
2. Asas Pelaksanaan Pemilu ............................................................ 15
D. Korelasi Pemilu dan Demokrasi ........................................................ 17
E. Problematika dalam Pemilu ............................................................... 18
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................... 21
A. Kebebasan Warga Negara dalam Proses Demokrasi
Ditinjau
dari Hukum Ketatanegaraan NKRI .................................................. 21
B. Dinamika Pemilu di Indonesia .......................................................... 23
C. Solusi Problematika dalam Pemilu .................................................... 25
BAB IV PENUTUP .................................................................................... 27
A.
Kesimpulan ...................................................................................... 27
B.
Implikasi ........................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 29
RINGKASAN
Kedaulatan
merupakan hal krusial dalam konsep bernegara. Kedaulatan merupakan konsep yang berkaitan dengan kekuasaan
tertinggi dalam organisasi negara. Demokrasi
berdiri berdasarkan prinsip persamaan, yaitu bahwa setiap warga negara memiliki
kesamaan hak dan kedudukan didalam pemerintahan tanpa
terkecuali, karena
itu setiap warga negara sejatinya memiliki kekuasaan yang sama untuk
memerintah.
Secara umum negara yang
menganut demokrasi, Pemilu
dianggap citra serta
alat ukur dari
demokrasi. Hasil Pemilu diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan
kebebasan berargumen
dan berserikat, dianggap citra
partisipasi serta aspirasi masyarakat dalam berpolitik. Dengan adanya Pemilu diharapkan
dapat menghasilkan wakil
rakyat yang mampu mengerti aspirasi rakyat terutama proses perumusan kebijakan
publik dengan adanya sistem pergiliran kekuasaan.
Pemilu tidak
akan berhasil, jika yang menjadi pelaku utama melakukan pelanggaran dan kecurangan yang
bertentangan dengan asas Luber dan Jurdil. Asas ini mengikat tidak hanya kepada
pemilih, peserta maupun penyelenggara
Pemilu. Asas jujur dan adil tidak hanya terwujud dalam mekanisme prosedural
pelaksanaan Pemilu, tetapi juga harus terwujud dalam segala tindakan
penyelenggaraan, peserta, pemilih, bahkan pejabat pemerintah
sekaligus. Dengan
demikian, asas jujur dan adil menjadi kekuatan keseluruhan pelaksanaan Pemilu.
Tetapi pada
era reformasi seperti ini, pelanggaran dan kecurangan sering terjadi. Salah
satunya yaitu money politic. Hal ini
disebabkan karena money politic dianggap memiliki peran krusial dalam pesta
demokrasi dan sudah menjadi rahasia umum jika praktiknya selalu ada. Pemberian dan penerimaan uang
bertujuan untuk mempengaruhi
proses Pemilu, seperti penentuan calon, pemungutan dan penghitungan suara, serta penetapan
hasil Pemilu. Beberapa hal mengapa money politic bisa terjadi yaitu
karena rendahnya
SDM, baik peserta Pemilu itu sendiri, karena sengaja melakukan kecurangan yang
memanfaatkan kebodohan masyarakat, kemudian banyaknya ekonomi masyarakat yang rendah, sehingga memiliki
resiko yang lebih tinggi
untuk dipengaruhi dengan iming-imingan
uang tanpa melihat kandidat calon
atau program ke depan untuk kemajuan NKRI.
Untuk
mengatasi problem tersebut ada banyak
pihak yang harus bertanggung jawab terutama pemerintah. Pemerintah sebaiknya mensosialisasikan Pemilu yang bersih dan bebas money politic
kepada masyarakat agar tingkat partisipasi serta
aspirasi meningkat. Diperlukan penyuluhan pendidikan politik
dengan penanaman nilai yang tercantum dalam asas Luber dan Jurdil dalam memilih. Karena
dapat membantu menyadarkan untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur
dengan praktik
money politic. Serta
peningkatan SDM juga menjadi tanggung jawab pemerintah, dengan SDM berkualitas
maka masyarakat tidak akan mudah terpengaruh. Sehingga diharapkan dalam pesta
demokrasi asas Luber dan Jurdil dapat terlaksana dengan baik dan tak tercela
dalam membentuk NKRI kedepannya.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dasar hukum pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) di
Indonesia yang diatur dalam undang-undang, sejak bergulirnya era reformasi
sampai saat ini selalu mengalami perubahan. Setiap perubahan undang-undang Pemilu
selalu dilakukan sebelum penyelenggaraan Pemilu dengan alasan sebagai hasil
evaluasi penyelenggaraan Pemilu pada periode sebelumnya. Perubahan udang-undang
Pemilu juga selalu dilakukan dalam satu paket perubahan dengan undang-undang
penyelenggara Pemilu dan undang-undang partai politik, paket perubahan
undang-undang ini juga biasa disebut paket perubahan undang-undnag politik.
Kelemahan pada legislasi dan regulasi menyebabkan
sejumlah ketentuan yang memunculkan penafsiran berbeda dalam pelaksanaannya.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan sistem Pemilu proporsional
terbuka terbatas menjadi terbuka penuh, menunjukkan regulasi penyelenggaraan Pemilu
yang belum sempurna. Melalui pelaksanaan Pemilu DPR, DPR,DPD, Presiden dan
Wapres, diharapakan dapat menjadi tumpuan perubahan untuk menjadi lebih baik
demi NKRI kedepannya.
Indonesia merupakan salah satu
negara yang menganut prinsip demokrasi. Dengan adanya prinsip demokrasi adalah
kedaulatan berada di tangan rakyat, dilaksanakan untuk dan atas nama rakyat.
UUD 1945 yang menjadi salah satu dasar hukum tertulis menjamin pelaksanaan
demokrasi di Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa “kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Sebagai
negara yang demokratis yang mana rakyat dituntut untuk ikut campur
(berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara, salah satunya
adalah dalam wujud partisipasi politik.
Partisipasi politik adalah kegiatan
untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik dengan jalan memilih pemimpin
negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijaksanaan
pemerintah dalam menentukan segala aspek pemerintahan. Pemilihan umum
merupakan salah satu sarana dalam demokrasi yang dimaksudkan untuk membentuk sistem
kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat.
Pemilihan umum adalah suatu cara
untuk memilih wakil-wakil
rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat serta merupakan salah satu
bentuk pelayanan hak-hak asasi warga negara bidang politik. Untuk itu, sudah
menjadi keharusan pemerintahan demokrasi untuk melaksanakan pemilihan umum
dalam waktu-waktu yang telah ditentukan. Yang berasas luber dan
jurdil yang tak tercela agar Pemilu tidak melukai jati diri NKRI.
B. Rumusan
Masalah
1)
Apakah
demokrasi itu?
2)
Bagaimana periode pelaksanaan demokrasi di Indonesia?
3)
Apakah
Pemilu itu?
4)
Bagaimana
korelasi antara Pemilu dan demokrasi?
5)
Mengapa
muncul problematika dalam Pemilu?
6)
Bagaimanakah
kebebasan warga negara dalam proses demokratis ditinjau dari hukum ketatanegaraan NKRI?
7) Bagaimanakah dinamika Pemilu di Indonesia?
8)
Bagaimana
solusi problematika dalam Pemilu?
C. Tujuan
1)
Agar
mengetahui makna demokrasi.
2)
Agar
mengetahui periode pelaksanaan
demokrasi di Indonesia.
3)
Agar
mengetahui arti penting Pemilu bagi NKRI.
4)
Agar
mengetahui korelasi antara Pemilu dan demokrasi.
5)
Agar
mengetahui problematika dalam Pemilu.
6)
Agar
mengetahui kebebasan warga negara
dalam proses demokratis ditinjau dari hukum ketatanegaraan NKRI.
7)
Agar
mengetahui dinamika Pemilu di Indonesia.
8)
Agar
mengetahui solusi
problematika dalam Pemilu.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Demokrasi
1. Pengertian
Demokrasi
Kedaulatan bagi sebuah negara sangatlah penting, mulai
dari kedaulatan tuhan hingga gagasan kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat. Karena berdasarkan pendapat Croissant (2002) menyatakan bahwa “kedaulatan merupakan
fungsi essensial yang ada pada negara”. Sebagai pengaruh dari ajaran kedaulatan
tersebut, dalam studi hukum dan politik kedaulatan dicirikan sebagai kekuasaan
yang mutlak, abadi, utuh dan tunggal tak terbagi dan bersifat lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ghaffar (2013: 3)
menyatakan “Kekuasaan tertinggi tersebut biasanya dipahami
sebagai sesuatu yang bersifat abstrak, tunggal, dan utuh, serta tidak berasal
dari kekuasaan lain yang lebih tinggi”.
Pada
masa sekarang konsep kedaulatan yang absolut seharusnya tidak dipertahankan
lagi. Konsep kedaulatan haruslah dipahami sebagai konsep kekuasaan tertinggi
yang dapat saja dibagi dan dibatasi. Siapapun pemegang kekuasaan tertinggi atau
kedaulatan, harus selalu ada pembatasan oleh hukum dan konstitusi, sebagai
wujud hukum tertinggi yang dibuat oleh pemilik kedaulatan itu sendiri.
Dalam
khazanah pemikiran tentang negara dan praktik kenegaraan sepanjang peradaban
manusia, dikenal lima teori atau ajaran tentang kedaulatan. Kelima teori itu
adalah kedaulatan tuhan, kedaulatan raja, kedaulatan negara, kedaulatan rakyat
dan kedaulatan hukum. Sejak perkembangan peradaban rasionalisme, teori
kedaulatan yang saat ini paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia
adalah kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum. Kedaulatan rakyat menjadi
landasan berkembangnya demokrasi.
Istilah
demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad
ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah
sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah
ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi
sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak
negara.
Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari bahasa
Yunani “demos” berarti rakyat dan “kratos/ kratein” berarti kekuasaan. Dengan
demikian, secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau
kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat. Demokrasi telah ada sejak zaman
Yunani Kuno. Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln mengatakan
demokrasi adalah government of the people, by the people and for the people atau
yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat.
Kaelan dan Zubaidi (2007: 55) mendefinisikan arti
demokrasi secara singkat yaitu “pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh
rakyat dan untuk rakyat”. Perlu diketahui bahwa penerapan demokrasi untuk
setiap negara di seluruh dunia, memiliki karakteristik masing-masing, yang pada
dasarnya dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu
negara.
Sedangkan pengertian dari
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):
a)
Demokrasi
adalah bentuk pemerintahan dimana segenap rakyat turut serta memerintah dengan
perantaraan wakilnya (partisipasi).
b)
Demokrasi
adalah gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban, kebebasan serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sarbaini
(2015: 1) menyatakan bahwa “demokrasi berdiri berdasarkan
prinsip persamaan, yaitu bahwa setiap warga negara memiliki kesamaan hak dan
kedudukan didalam pemerintahan, karena itu setiap warga negara sejatinya
memiliki kekuasaan yang sama untuk memerintah. Kekuasaan rakyat inilah yang
menjadi sumber legitimasi dan legalitas kekuasaan negara”.
Dikebanyakan
negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi.
Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan
berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi
serta aspirasi masyarakat.
2. Jenis-jenis
Demokrasi
Jenis-jenis
demokrasi yang berkembang di seluruh dunia memiliki beberapa jenis. Berikut
merupakan jenis-jenis demokrasi, yang akan diulas oleh penulis untuk menambah
wawasan.
a) Demokrasi
Parlementer
Didalam sistem parlementer, kekuasaan legislatif terletak
diatas kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, menteri-menteri kabinet harus
mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada Dewan/ DPR. Pemerintah setiap saat dapat
dijatuhkan oleh Dewan/ DPR jika melakukan
suatu tindakan yang tidak terpuji.
b)
Demokrasi Liberal
Dalam sistem liberal, kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif dipisahkan (sparate of power).
Kepala negara/ presiden langsung dipilih oleh
rakyat (contoh Amerika Serikat). Dalam demokrasi liberal pemerintah dipegang
oleh partai yang menang dalam pemilihan umum, sedangkan partai yang kalah
menjadi pihak oposisi.
c)
Demokrasi Terpimpin
Demokrasi
yang dikendalikan oleh seorang pemimpin/ presiden. Pemimpin yang kuat akan mengendalikan semua
kekuatan politik, sehingga keberadaan negara akan terjamin. Dalam
demokrasi terpimpin, kehendak presiden sebagai pemimpin itulah yang berlaku.
Presiden mendominasi kehidupan politik, peran partai politik sangat
terbatas.
d)
Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Dalam Demokrasi Pancasila sangat diharapkan adanya
musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi, bila tidak tercapai mufakat, pengambilan
keputusan dapat ditempuh melalui pemungutan suara terbanyak (Pasal 2,
Ayat (3), UUD 1945). Dalam demokrasi Pancasila tidak mengenal dominasi
mayoritas ataupun tirani minoritas. Dominasi mayoritas adalah kelompok besar
yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengabaikan
kelompok yang kecil. Tirani minoritas adalah kelompok kecil yang menguasai
segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengabaikan kelompok
besar.
Keunggulan demokrasi Pancasila dibanding dengan demokrasi
lainnya sebagai berikut:
1)
Adanyaa
penghargaan terhadap hak asasi manusia dan hak-hak minoritas tidak akan
diabaikan.
2)
Mendahulukan
kepentingan rakyat, dalam hal ini hak rakyat diakui dan dihargai.
3)
Mengutamakan
musyawarah untuk mufakat, dan baru kemudaian menggunakan suara terbanyak.
4)
Kebenaran
dan keadilan selalu dijunjung tinggi.
5)
Mengutamakan
kejujuran dan iktikad baik.
Sedangkan dilihat dari pelaksanaannya dikenal ada dua
macam demokrasi, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung
(perwakilan).
1) Demokrasi
langsung
Demokrasi
langsung merupakan suatu
sistem demokrasi yang melibatkan seluruh rakyatnya dalam membicarakan atau
menentukan segala unsur negara secara langsung. Demokrasi langsung pernah
dipraktikan pada zaman Yunani kuno; yaitu beberapa negara kota (Polis) di
Athena. Demokrasi yang pertama di dunia ini mampu melaksanakan demokrasi
langsung dengan suatu majelis yang mungkin terdiri dari 5000 sampai 6000 orang
dan berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan demokrasi
langsung.
2)
Demokrasi tidak langsung atau perwakilan
Demokrasi tidak langsung atau
perwakilan merupakan suatu
sistem demokrasi yang dalam menyalurkan aspirasinya, rakyat memilih wakil-wakil
untuk duduk dalam suatu lembaga parlemen atau lembaga perwakilan rakyat.
Lembaga ini dipilih dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, karena itu dalam
demokrasi tidak langsung semua rakyat turut serta dalam membicarakan dan
menetapkan kebijakan tentang persoalan-persoalan negara.
3.
Prinsip-prinsip Demokrasi
Negara/ pemerintahan yang demokrasi memiliki
dua asas pokok yang menjadi prinsip dalam demokrasi, yaitu:
a)
Pengakuan
akan hakekat dan martabat manusia, misalnya perlindungan dari pemerintah terhadap hak asasi
manusia demi kepentingan bersama.
b)
Pengakuan
peran serta rakyat dalam pemerintahan, misalnya hak rakyat memilih wakil-wakil
rakyat secara langsung, umum, bebas dan rahasia serta dilaksanakan secara jujur
dan adil.
Prinsip-prinsip demokrasi
meliputi:
a) Keterlibatan warga negara dalam
pembuatan keputusan politik;
b) Tingkat persamaan tertentu
diantara warganegara;
c) Tingkat kebebasan atau
kemerdekaan tertentu yang diakui oleh para warga negara;
d) Suatu sistem perwakilan;
e)
Suatu
sistem pemilihan kekuasaan mayoritas (Isra: 2013).
Sedangkan
prinsip dasar demokrasi pancasila,
yaitu :
a)
Pemerintah
berdasarkan konstitusi
b)
Pemilu
yang bebas, jujur dan adil
c)
Hak
Asasi Manusia dijamin
d)
Persamaan
kedudukan di depan hokum
e)
Peradilan
yang bebas dan tidak memihak
f)
Kebebasan
berserikat/ berorganisasi dan mengeluarkan
pendapat
g)
Kebebasan
pers/ media massa (Mahfud: 2009)
B.
Periode Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia
1. Pelaksanaan
Demokrasi pada Masa Revolusi (1945-1950)
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi
Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi
belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi
fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu
terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA
dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan
dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara
yang absolut pemerintah mengeluarkan:
a) Maklumat Wakil Presiden No. X
tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
b) Maklumat Pemerintah tanggal 3
Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
c) Maklumat Pemerintah tanggal 14
Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn presidensil menjadi
parlementer.
2. Pelaksanaan
Demokrasi pada Masa Orde Lama (1950-1966)
a)
Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Masa
demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan
sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini
peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya
partai-partai politik. Namun
demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan:
1) Dominannya partai politik.
2) Landasan sosial ekonomi yang masih
lemah.
3) Tidak mampunya konstituante
bersidang untuk mengganti UUDS 1950.
4) Atas dasar kegagalan itu maka
Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
a.
Bubarkan
Badan Konstituante.
b.
Kembali
ke UUD 1945 dan tidak berlakunya UUD S 1950.
c.
Segera
dibentuk MPRS dan DPAS.
b) Masa
Demokrasi Terpimpin (1959
– 1966)
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No.
VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara
gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
1)
Dominasi
Presiden
2)
Terbatasnya
peran partai politik
3)
Berkembangnya
pengaruh PKI
4)
Penyimpangan
masa demokrasi terpimpin antara lain:
a)
Mengaburnya
sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan.
b)
Peranan
Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk
DPRGR
c)
Jaminan
HAM lemah
d)
Terjadi
sentralisasi kekuasaan
e)
Terbatasnya
peranan pers
f)
Kebijakan
politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
g)
Akhirnya
terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda
akhir dari pemerintahan Orde Lama (Budiarto, 2009:175).
3.
Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde
baru ( 1966 - 1998 )
Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi
orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, orde baru
bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen.
Awal orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang
melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil
menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini
dianggap gagal. Hal ini disebabkan oleh:
1)
Rotasi
kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
2)
Rekrutmen
politik yang tertutup,
3)
Pemilu
yang jauh dari semangat demokratis
4)
Pengakuan
HAM yang terbatas
5)
Tumbuhnya
KKN yang merajalela.
Sebab
jatuhnya Orde Baru (Amal, 2000:160):
1)
Hancurnya
ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
2)
Terjadinya
krisis politik
3)
TNI
juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
4)
Gelombang
demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi
Presiden.
4.
Pelaksanaan Demokrasi Reformasi (
1998 – sekarang )
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan
kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21
Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan bangsa Indonesia yang demokratis antara lain:
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan bangsa Indonesia yang demokratis antara lain:
1)
Keluarnya
Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi,
2)
Ketetapan
No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum,
3)
Tap
MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4)
Tap
MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden RI
5)
Amandemen
UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV.
Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan Pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.
Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan Pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.
C.
Pemilihan Umum (Pemilu)
1.
Hakikat Pemilihan Umum (Pemilu)
Pembentukan
lembaga perwakilan rakyat bagi negara demokrasi harus dilakukan oleh rakyat
sendiri agar mencerminkan kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, pembentukan
lembaga perwakilan harus dilakukan dengan cara-cara demokratis pula. Cara yang
sampai saat ini dianggap demokratis dalam membentuk lembaga perwakilan rakyat
adalah pemilihan.
Pemilihan wakil
rakyat atau pejabat publik bisa atau oleh lembaga pemilih, seperti disebut
diatas. Pemilu dengan demikian mempunyai nilai strategis bagi rakyat di negara
yang menganut paham kedaulatan rakyat. Berdasarkan uraian tersebut, Sulasmono
dan Mawardi (2011: 176) menyatakan Pemilu merupakan “proses atau kegiatan
dimana rakyat dalam suatu negara secara langsung atau tidak langsung memilih
orang/ orang-oang yang akan menduduki jabatan publik”. Jabatan publik adalah
jabatan-jabatan yang ada dalam struktur pemerintahan negara, seperti anggota
parlemen (DPR/ MPR, DPD, dan DPRD), presiden, gubernur, bupati dan sejenisnya
di Indonesia.
Kusnardi (2003: 328-329) menyatakan bahwa “Pemilu
merupakan instrumen penting dalam negara demokrasi yang menganut sistem
perwakilan”. Hal ini senada dengan pendapat Mahfud (2009: 220) yang menyatakan
bahwa “Pemilu berhubungan erat dengan demokrasi karena sebenarnya Pemilu
merupakan salah satu cara pelaksanaan demokrasi”. Pada zaman modern ini dapat
dikatakan bahwa tidak ada satu negara yang dapat melaksanakan demokrasinya
secara langsung dalam arti dilakukan oleh seluruh rakyatnya.
Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan Junaidi (2009:
106) menyatakan bahwa “Pemilu dimaknai sebagai prosedur untuk
mencapai demokrasi atau merupakan
prosedur untuk memindahkan kedaulatan rakyat kepada kandidat tertentu untuk menduduki jabatan-jabatan politik”. Demokrasi yang berkembang sekarang ini merupakan
penyempurnaan konep demokrasi JJ. Rousseau. Dimana untuk menjalankan roda
pemerintahan perlu ditunjuk para penyelenggara pemerintahan Penunjukkan para
penyelenggara pemerintahan inilah dalam demokrasi biasanya melalui sistem pemilihan umum
(Pemilu).
Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan
untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR,
DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/ Kota. Setelah amendemen
keempat UUD
1945
pada 2002,
pemilihan presiden
dan wakil presiden
(pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR,
disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat dan dari rakyat sehingga
pilpres pun dimasukkan ke dalam rangkaian Pemilu. Pilpres sebagai bagian dari
Pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007,
berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim Pemilu.
Pada umumnya, istilah "Pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilihan
anggota legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Pemilu merupakan salah satu prinsip
demokrasi yang harus dijalankan. Demokrasi Perwakilan tidak bisa dilepaskan dari
penyelenggaraan Pemilu. Rakyat
dapat menyampaikan aspirasinya secara aktif dan keikutsertaannya dalam
pemerintahan melalui mekanisme Pemilu. Pemilu sering disebut sebagai pesta demokrasi yang dilakukan
sebuah Negara.
Melalui Pemilu, rakyat memunculkan
para calon pemimpin dan menyaring calon-calon tersebut berdasarkan nilai yang
berlaku. Keikutsertaan rakyat dalam Pemilu, dapat dipandang juga sebagai wujud
partisipasi dalam proses pemerintahan, sebab melalui lembaga masyarakat ikut
menentukan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan pemimpin terpilih. Dalam
sebuah negara yang menganut paham demokrasi, Pemilu menjadi kunci terciptanya
demokrasi. Tak ada demokrasi tanpa diikuti Pemilu. Pemilu merupakan wujud yang
paling nyata dari demokrasi.
Salah satu perwujudan keterlibatan
rakyat dalam proses politik adalah Pemilu. Demokrasi sebuah bangsa hampir tidak bermakna tanpa Pemilu. Sehingga setiap
pemerintahan suatu negara yang hendak menyelenggarakan Pemilu selalu
menginginkan pelaksanaanya benar-benar mencerminkan proses demokrasi. Pemilu
merupakan sarana bagi rakyat untuk ikut serta menentukan figure dan arah kepemimpinan negara dalam periode waktu tertentu.
Ide demokrasi yang menyebutkan bahwa
dasar penyelenggaraan negara adalah kehendak rakyat merupakan dasar bagi
penyelenggaraan Pemilu. Pemilu yang teratur dan berkesinambungan saja tidak
cukup untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak
rakyat. Pemilu merupakan saran legitimasi bagi sebuah kekuasaan. Setiap
penguasa betapapun otoriternya pasti membutuhkan dukungan rakyat secara formal
untuk melegitimasi kekuasaanya.
Maka selain teratur dan
berkesinambungan, masalah sistem atau mekanisme dalam penyelenggaraan Pemilu adalah hal
penting yang harus diperhatikan. Dari berbagai sudut pandang, banyak pengertian mengenai Pemilu. Tetapi intinya adalah Pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan
asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu
hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Pemilu merupakan perwujudan nyata
demokrasi dalam praktek bernegara masa kini (modern) karena menjadi sarana
utama bagi rakyat untuk menyatakan kedaulatan rakyat atas negara dan
pemerintah. Pernyataan kedaulatan rakyat tersebut dapat diwujudkan dalam proses
pelibatan masyarakat untuk menentukan siapa-siapa saja yang harus menjalankan dan disisi lain
mengawasi pemerintahan negara. Karena itu, fungsi utama bagi rkayat adalah “untuk memilih dan melakukan pengawasan
terhadap wakil-wakil mereka”.
2. Asas Pelaksanaan Pemilu
Waktu pelaksanaan dan tujuan
pemilihan diatur di dalam Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, dan bukan
di dalam Pasal 22E ayat (6) yang mengatur tentang ketentuan pemberian delegasi
pengaturan tentang pemilihan umum dengan undang-undang. Asas Pemilu Langsung,
Umum, Bebas, dan Rahasia (luber) serta Jujur dan adil (jurdil) mengandung pengertian bahwa
pemilihan umum harus diselenggarakan secara demokratis dan transparan,
berdasarkan pada asas-asas pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas dan
rahasia, serta jujur dan adil.
Pemilihan umum di Indonesia menganut
asas "luber" sudah ada
sejak zaman Orde Baru. Kemudian diera reformasi berkembang pula asas "Jurdil".
a) Langsung
Langsung berarti
rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai
dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b) Umum
Umum berarti
pada dasarnya semua warga negara
yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 (tujuh
belas) tahun atau telah/ pernah
menikah berhak ikut memilih dalam pemilihan
umum. Warga negara yang sudah berumu 21 (dua
puluh satu) tahun berhak dipilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung
makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang
telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar
acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status social.
c) Bebas
Bebas berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas
menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Didalam
melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai
dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
d) Rahasia
Rahasia berarti dalam memberikan suaranya,
pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan
dengan jalan apapun.
Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh
orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi
pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara suka rela bersedia mengungkapkan
pilihannya kepada pihak manapun;
e) Jujur
Jujur berarti dalam menyelenggarakan
pemilihan umum,
penyelenggaraan/ pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu,
pengawas dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat
secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
f) Adil
Adil berarti
dalam menyelenggarakan pem,ilu, setiap pemilih dan partai politik peserta Pemilu
mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun
2007 tentang penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilu yang dilaksanakan oleh suatu Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional
mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilu mencakup seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai
lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh
masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan
Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak manapun.
Berdasarkan undang-undang Nomor 22 Tahun 2007
tentang penyelenggara Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/ Kota sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang permanen dan Bawaslu sebagai
lembaga pengawas Pemilu. KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab
sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan
seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya. KPU memberikan laporan
presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
D.
Korelasi Pemilu dan Demokrasi
Konsep negara Indonesia adalah
negara berdasarkan atas hukum, negara yang demokratis atau berkedaulatan
rakyat, berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan melihat rumusan yang dipakai oleh pembentuk UUD 1945,
yaitu “Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum”. Bahwa negara kita
bedasarkan atas negara hukum yang dilandasi pancasila dan UUD 1945 dengan
pengertian adanya sistem
demokratis yang bertanggugjawab dari individu masing-masing. Negara kita
menjamin kebebasan tiap-tiap individu untuk mengeluarkan pendapat dan
aspirasinya.
Dasar hukum negara Indonesia adalah
berdaulat menurut rakyatnya dan berdasarkan atas demokrasi yang utuh untuk
kepentingan masyarakat luas. Berdaulat tersebut bermaksud demokrasi yang utuh dan kebebasan
berpendapat di depan umum kepada rakyatnya dengan disertai dengan tanggungjawab
individu masing-masing. Kedaulatan tersebut mengatakan bahwa tujuan negara itu
adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warganegaranya. Dalam
pengertian bahwa kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas-batas
perundang-undangan, sedangkan undang-undang disini yang berhak membuat adalah
rakyat itu sendiri.
Pelaksanaan prinsip kedaulatan
rakyat dapat dilakukan melalui demokrasi langsung maupun demokrasi perwakilan.
Demokrasi langsung bercirikan rakyat mengambil bagian secara pribadi dalam
tindakan-tindakan dan pemberian suara untuk membahas dan mengesahkan
undang-undang. Sedangkan demokrasi perwakilan, rakyat memilih warga lainnya
sebagai wakil yang duduk di lembaga perwakilan rakyat untuk membahas dan
mengesahkan undang-undang.
Pemilu merupakan sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan pancasila dan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu diselenggarakan
dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk
membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat
dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam
rangka mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau
nilai-nilai demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk
berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat
Indonesia yang demokratis.
E.
Problematika dalam Pemilu
Setiap pelaksanaan Pemilu
terkadang merencanakan
mengubah pasal UU Pemilu. Sehigga, hal ini cenderung akan mengubah sistem Pemilu
secara keseluruhan dan juga dengan ganti UU untuk keuntungan partai bukan untuk
mementingkan kedepannya nasib NKRI dalam menjalankan Pemilu. Apalagi di Indonesia yang menganut
sistem demokrasi yang mengatakan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat. Berarti
rakyat dalam hal bersuara harus benar–benar diperhatikan tidak boleh diabaikan.
Berikut merupakan problematika secara umum
yang sering terjadi pada saat pelaksanaan Pemilu:
1)
Penghitungan
suara yang sangat lambat sehingga memakan waktu dan tenaga.
2)
Politik
uang (money politic) sangat merajalela sehingga mementingkan satu golongan
saja bukan kepentingan rakyat. Pelanggaran dalam
bentuk politik uang secara khusus ditulis oleh Sulistyo dan Kadar (2009: 4-5). Politik uang ini
dipraktikan dalam berbagai bentuk, antara lain:
a.
Penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan
berupa penggunaan keuangan negara untuk tujuan keuntungan langsung maupun tidak
langsung partai politik.
b.
Penyaluran dana secara melawan hukum
dalam kerangka “bujukan politik” terhadap orang, kelompok atau organisasi,
untuk mencapai kemenangan partai politik tertentu.
c.
Pemberian uang dan penerimaan uang yang
bertujuan secara tidak sah mempengaruhi proses-proses Pemilu, seperti penentuan
calon, pemungutan dan penhitungan suara, serta penetapan hasil Pemilu.
Sedangkan menurut Ismawan (2009: 35) menyatakan bawa politik uang (money
politic) didefinisikan sebagai “suatu
bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak
menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan
cara tertentu pada saat pemilihan umum”.
3)
Indikasi
kecurangan sangat besar.
4)
Keberpihakan
pihak penyelenggara demi keuntungan semata.
5)
Kualitas
calon kandidat
tidak berkualitas
terutama di DPRD.
6)
Kebanyakan
masyarakat memilih golput karena belum sadar arti partisipasi politik.
7)
Melanggar
hak dasar warga negara untuk menggunakan haknya untuk memilih waktu hari
pencontrengan dan mengabaikan suara rakyat untuk memilih presiden sesuai dengan
hati nurani rakyat.
Idealnya,
untuk mewujudkan Pemilu yang kredibel dan berkualitas, harus diciptakan ruang
dan mekanisme partisipasi yang seutuhnya, di mana warga menyusun mekanisme
demokrasi dan mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan sesuai dengan
kehendak warga negara sendiri, tanpa ada rayuan ataupun intimidasi dari
pihak-pihak yang berkepentingan, karena ide dari demokrasi yang digaungkan
sebenarnya cukup sederhana, yaitu agar melindungi hak-hak warga negara dalam
melaksanakan kebebasan untuk menyatakan pendapat.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kebebasan Warga Negara dalam
Proses Demokrasi Ditinjau
dari Hukum Ketatanegaraan NKRI
Suatu pemerintahan
disebut pemerintahan yang demokratis jika pemerintahan tersebut menempatkan
kewenangan tertinggi berada di tangan rakyat, kekuasaan pemerintah harus dibatasi,
dan hak-hak individu harus dilindungi. Namun demikian, dalam praktiknya masih
banyak kelemahan dan ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip di negara-negara
yang mengaku adalah negara demokrasi. Penerapan prinsip-prinsip demokrasi di
masing-masing negara bersifat kondisional, artinya harus disesuaikan dengan
situasi negara dan kondisi masyarakat yang bersangkutan.
Bagi Negara demokrasi
modern, Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan mekanisme utama yang harus ada dalam
tahapan penyelenggaraan negara dan pembentukan pemerintahan. Mengaitkan Pemilu
dengan demokrasi sebenarnya dapat dilihat dalam hubungan dan rumusan yang
sederhana, ada yang mengatakan bahwa Pemilu merupakan salah satu bentuk dan
cara yang paling nyata untuk melaksanakan demokrasi, jika demokrasi diartikan
sebagai pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, maka cara rakyat untuk
menentukan pemerintahan itu dilakukan melalui Pemilu.
Pemilu adalah sarana
yang utama untuk mewujudkan demokrasi dalam suatu negara. Substansi Pemilu
adalah penyampaian suara rakyat untuk membentuk lembaga perwakilan dan
pemerintahan sebagai penyelenggara negara. Suara rakyat diwujudkan dalam bentuk
hak pilih, yaitu hak untuk memilih wakil dari berbagai calon yang ada. Sebagai
suatu hak, hak memilih harus dipenuhi dan sesuai dengan amanat konstitusi.
Dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia, Pemilu telah dilaksanakan beberapa kali dengan
karakter yang berbeda-beda. Pemilu pertama pada Era Orde Lama, yang
dilaksanakan pada tahun 1955,demokrasi Negara Indonesia lebih mengarah ke
demokrasi liberal. Pada tahun 1955 ada 2 kali periode, Pemilihan pertama pada
tanggal 29 September 1955, dimana rakyat Indonesia memilih anggota DPR. Lalu periode
Kedua pada tanggal 15 Desember 1955 memilih anggota Konstituante yang diikuti
dari 30 Partai Politik sebagai peserta Pemilu dan calon anggota konstituante
yang dipilih lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perseorangan, tetapi
pasca Pemilu tersebut kondisi politik Indonesia sarat dengan berbagai konflik.
Sehingga jadwal Pemilu berikutnya seyogyanya dilakukan pada tahun 1960, tetapi
tidak bisa terselenggara. Sehingga Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit
presiden pada tanggal 5 Juli 1959, yang isinya membubarkan DPR dan Konstituante
hasil Pemilu tahun 1955 dan membentuk DPR GR, MPRS yang semua anggotanya diangkat oleh Presiden. Pada
masa pemerintahan orde lama. Walaupun Pemilu pada tahun 1955 dipandang sebagai Pemilu
yang demokratis pada saat itu, tetapi bukan tanpa masalah. Pemilu tahun 1955
melahirkan stabilitas politik, yang justru berujung pada lahirnya otoritarian
pada masa demokrasi terpimpin.
Berbeda pada Pemilu-Pemilu
era Orde Baru, tak dapat dibantah selalu terjadi kecurangan yang terstruktur,
sistematis dan masif, sehingga ada yang mengatakan bahwa Pemilu pada masa Orde
Baru hanya untuk menjadi alat untuk memperkuat legitimasi kepada kekuasaaan
yang ada Melalui kekuatan politik hegemonik dalam
konfigurasi politik yang otoriter, Pemerintah Orde Baru telah menciptakan Pemilu
yang tidak adil sejak awal, karena adanya jatah atau hak pengangkatan untuk
sejumlah besar anggota DPR dan DPRD. Dimana dalam pengaturan komposisi
keanggotaan lembaga perwakilan yang tidak demokratis itu. Pada era Orba yang
hanya diikuti oleh tiga Partai Politik, yaitu: PPP, Golkar, dan PDI, angka
partisipasi warga negara hampir mencapai 100 persen, karena doktrin penguasa
kepada warga negara bahwa memilih adalah kewajiban. Yang tidak memilih dianggap
telah melawan negara (subversi) dan dikriminalkan. Sebagian besar suara
digiring lari ke Golkar sebagai penguasa tunggal waktu itu. Dua parpol lain
hanya sebagai "pelengkap penderita".
Dalam pelaksanaan Pemilunya
pun terjadi banyak pelanggaran dan kecurangan yang dapat dikatakan, tidak
pernah diselesaikan secara hukum. Berdasarkan
pernyataan Santoso dan
Supriyanto (2004: 156)
menyatakan bahwa dari tahun 1995 hingga 1999 terdapat 5
(lima) kasus pidana Pemilu yang disidangkan, namun hanya 3 (tiga) saja yang
pelakunya dijatuhi hukuman, kedudukan pengawas dan penegak hukum Pemilu hanya
menjadi penghias pesta demokrasi lima tahunan. Hasil
Pemilu yang telah direncanakan dan kemudian diumumkan oleh Pemerintah semuanya
harus diterima sebagai hasil yang benar, meskipun banyak kasus dan banyak
korban dari berbagai pelanggaran.
Kemudian pada era
reformasi, muncul gumpalan aspirasi dan gugatan kuat agar Pemilu sebagai sarana
paling nyata bagi pelaksanaan demokrasi harus diselenggarakan secara
benar-benar langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Sehingga pada Pemilu
tahun 1999 terjadilah Pemilu yang relatif fair dan bersih, terutama jika
dibandingkan dengan Pemilu-Pemilu pada Orde Baru. Tetapi problem atau ancaman
bagi penyelenggaraan Pemilu yang membaik itu, mulai muncul lagi di awal era
ini, yaitu pelaksanaan Pemilu 1999, muncul permasalahan
penerimaan hasil Pemilu oleh peserta Pemilu karena ada beberapa partai politik
yang masih mengangap ada kecurangan. Walaupun penyelenggaraan Pemilu pada saat
itu berasal dari wakil partai politik, namun hasil Pemilu tidak dapat disahkan
karena adanya perbedaan pendapat. Akhirnya hasil Pemilu tahun 1999 disahkan
oleh Presiden.
B. Dinamika
Pemilu di Indonesia
Pelaksanaan
Pemilu pada era reformasi hingga sekarang juga masih terdapat berbagai bentuk
pelanggaran, baik yang terjadi saat kampanye, politik uang, verifikasi, hingga
penetapan.
Secara umum praktik kecurangan tersebut terjadi adalah
rendahnya SDM, baik peserta Pemilu itu sendiri, karena sengaja melakukan
kecurangan yang memanfaatkan kebodohan masyarakat, kemudian banyaknya ekonomi
rakyat yang sangat rendah, sehingga sangat rentan untuk dipengaruhi dengan
mengiming-imingkan uang tanpa ada melihat orangnya atau program ke depan untuk
bangsa dan negara.
Kecurangan
yang disebut politik uang (money politic) adalah sangat mempengaruhi
hasil Pemilu tersebut, baik pemilihan legislatif, maupun presiden dan wakil
presiden serta pemilihan kepala daerah. Belum lagi kecurangan yang dilakukan
oleh penyelenggara Pemilu. Timbul pertanyaan bagaimana serta langkah-langkah
apa yang harus dilakukan agar pelaksanaan Pemilu yang disebut pesta demokrasi
bisa terlaksana dengan sebaik-baiknya sehingga terjaminnya hak-hak demokrasi
rakyat? Yaitu dengan meningkatkan kesadaran
masyarakat merupakan indikator penting untuk memudarkan
berkembangnya praktek money politic karena sebagian besar masyarakat
hanya memikirkan keuntungan sendiri tanpa menyadari efek yang timbul di masa
depan. Praktek money politic dapat menghancurkan masa depan NKRI karena praktek money politic ini akan cukup menguras
keuangan suatu partai atau perorangan yang mencalonkan diri pada Pemilu
sehingga setelah terpilih di Pemilu akan memicu niat untuk korupsi.
Para
pelaku praktek money politic ini
memanfaatkan situasi perekonomian rakyat yang semakin sulit sehingga masyarakat
jangan mudah tergiur dengan keuntungan yang diterima sementara ini. Sebaiknya pemerintah mengadakan
sosialisasi Pemilu yang bersih dan bebas money
politic
kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat dalam demokrasi
secara langsung meningkat. Perlu keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik
kepada masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif
dalam memilih.
Hal
tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih berdasarkan hati
nurani tanpa tergiur dengan praktek money
politic yang dapat menghancurkan demokrasi dan terjadi pelanggaran hak
politik, yaitu hak pilih, karena seseorang mempergunakan hak pilihnya bukan
atas dasar kesadaran, melainkan karena adanya bujukan dengan sejumlah uang atau
adanya intimidasi dari penguasa untuk dipaksa memilih.
Meningkatkan
SDM ini adalah merupakan tanggung jawab
pemerintah sebagimana yang telah dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi jika rakyat Indonesia sudah cerdas,
sehingga tidak mudah dipengaruhi karena sudah berpikir dan menentukan orang
yang akan dipilih memimpin negara ini. Dengan meningkatkan SDM, maka tentu ekonomi juga meningkat,
sehingga ketika menyalurkan aspirasinya pada saat pemilihan umum dapat
dilaksanakan tanpa ada pengaruh dan juga bagi peserta Pemilu maupun
penyelenggara Pemilu akan berjalan sesuai dengan ketentuan.
C.
Solusi
Problematika dalam Pemilu
Dalam
melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana
kita dapat meminimalkan kendala-kendala tersebut. Untuk itu diperlukan peran
serta masyarakat karena ini tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja. Untuk
menggulangi permasalahan yang timbul karena Pemilu antara lain:
1)
Pemerintah, hendaknya
merumuskan kebijakan mengenai Pemilu dengan sebaik-baiknya, menyeleksi jumlah
partai dengan ketat, dan melakukan sosialisasi politik secara maksimal kepada
masyarakat dan sebaiknya pemerintah membuat pembenahan misalnya pendidikan dan pemberian
informasi yang lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih. Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini
diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga
menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.
2)
Parpol, harus
komitmen untuk benar-benar tidak melakukan praktek money politic dan apabila
terbukti melakukan maka seharusnya didiskualifikasi saja. Hendaknya memaksimalkan fungsi-fungsi partai
yang berkaitan dengan komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan
pendidikan politik kepada masyarakat.
3)
Masyarakat, harus ikut
berpartisipasi untuk mengkaji keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menyelesaikan kasus-kasus pemillu agar tidak menyimpang dari
peraturan hukum yang berlaku. Supaya
tidak mau menerima praktek money
politic yang dilakukan oleh partai politik, agar tidak menyesal untuk
kedepannya dan tidak golput dalam pemilihan dan juga harus peka terhadap partai
politik. Semua warga saling menghargai
pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini
diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat
orang lain, maka pelaksanaan Pemilu dapat berjalan dengan lancar. Karena
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prasetyoningsih menyatakan bahwa
tugas MK yaitu “menata sistem Pemilu lebih baik dan
mampu melahirkan presiden
dan wakil presiden yang berkualitas, serta mampu menyelesaian persoalan bangsa dan Negara”.
4)
Mahasiswa, seharusnya
mahasiswa lebih perduli terhadap informasi terkait dengan perkembangan
perpolitikan di Indonesia untuk meningkatkan pandangan dan pemikiran aktual
mengenai kondisi bangsa sehingga dapat menularkan ilmu yang didapat kepada
orang-orang yang disekitarnya yang belum mengerti tentang Pemilu.
5)
Seluruh pihak
yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan
kelancaran pelaksanaan Pemilu. Tokoh-tokoh masyarakat yang merupakan panutan
dapat menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat
menghindari munculnya konflik.
6)
Memilih dengan
hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri
tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip-prinsip dari Pemilu dapat
terlaksana dengan baik.
Sadarilah apabila kita salah memilih
pemimpin akan berakibat fatal karena dapat menyengsarakan kelangsuangan NKRI. Sebaiknya secara transparan dikemukan kepada publik
sumber pendanaan kampaye oleh pihak-pihak yang mendanai tersebut dan harus
dibatasi hukum agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar dari
tindak pencarian pendanaan yang melanggar Undang-Undang.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demokrasi
yang diartikan sebagai pemerintahan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat,
maka konsep untuk rakyat ini seharusnya diterjemahkan dengan pengertian
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga Negara berkewajiban untuk
memenuhi hak-hak rakyat termasuk dalam hak politik. Campur tangan negara dalam
pemenuhan hak politik ini dapat dilakukan melalui perumusan kebijakan dan
melakukan pengaturan. Namun, kewenangan yang dimiliki oleh negara tidak boleh
bertentangan atapun menghilangkan hak memilih dan dipilih yang merupakan
manifestasi dari hak dasar warga negara yang dipilih.
Demokrasi
juga harustetap berjalan dalam hubungan antara warga negara dengan negara.
Negara dan para penyelenggara negara terbentuk melalui Pemilu. Pemilu merupakan mekanisme utama yang
harus ada dalam tahapan penyelenggaraan negara dan pembentukan pemerintahan. Pemilu
dipandang sebagai bentuk nyata dari kedaulatan yang berada ditangan rakyat
serta sebagai wujud konkrit dari partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan
negara. Oleh karena itu, sistem dan penyelenggaraan Pemilu selalu menjadi
perhatian utama. Disinilah esensi dari demokrasi sebagai pemerintahan dari,
oleh dan untuk rakyat. Disini pula hak berserikat dan mengeluarkan pendapat
diperlukan sekaligus bermakna. Hak itu diperlukan dan hanya bermakna pada
pemerintahan yang mau mendengarkan suara rakyat.
Karena Pemilu merupakan sarana
pembelajaran sekaligus pelajaran untuk memperkuat
kematangan atau kedewasaan politik kita. Lebih jauh
lagi, Pemilu adalah bagian penting dari usaha memperkuat demokrasi di Indonesia. Sehingga pada
akhirnya, kita mampu merekonsstruksi
budaya dan sistem politik atau sistem demokrasi di
Indonesia. Karena sesungguhnya, setiap negara pun memiliki ruang terbuka untuk melakukan
rekonstruksi kedemokrasiannya sesuai
dengan budaya yang berkembang.
Keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik kepada
masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif dalam
memilih. Hal tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih
berdasarkan hati nurani tanpa tergiur melakukan hal-hal yang dapat
menghancurkan demokrasi. Dengan demikian, kita sebagai warga negara yang baik dan benar sudah seharusnya mengerti
hak dan kewajibanya sebagai warga negara. Kemudian kita hendaknya bertindak
jujur dan adil (jurdil) saat memilih pemimpin yang benar agar NKRI kedepannya
semakin berjaya.
B.
Implikasi
Bahwa Negara dalam menjaga
kebebasan warga negara untuk bersuara dan berpendapat menggunakan hak pilihnya
dalam proses demokrasi, maka:
1) Pemerintah harus meningkatkan
sumber daya manusia, untuk menuju rakyat yang cerdas.
2) Pemerintah harus meningkatkan perekonomian,
sehingga rakyat tidak mudah terpengaruh adanya politik uang.
3) Pemerintah harus menjamin hak-hak
rakyat dalam berdemokrasi, tentu dengan menegakkan hukum sebagai perisai
pelindungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amal,
Ichlasul. 2000. Teori-teori Mutakhir
Partai Politik. Tiara Wacana: Yogyakarta.
Budiarto, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia: Jakarta.
Croissant, Aurel. 2002. Politik Pemilu di Asia
Tenggara dan Asia Timur. Freidrich-Ebert-Stiftung: Singapore.
Gaffar, Janedjri M. 2013. Demokrasi dan Pemilu di
Indonesia. Konpress: Jakarta..
Ismawan, Indra. 2009. Money Politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu.
Media Presindo: Yogyakarta.
Isra, Saldi. 2013. Demokrasi
Konstitusional. Konpress:
Jakarta.
Junaidi, Veri. 2009. Menata Sistem Penegakan
Hukum Pemilu Demokratis Tinjauan Kewenangan
MK atas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU). Jurnal Konstitusi, 6 (3). Tersedia di google cindekia.go.id. Diunduh tanggal
18 April 2017.
Kaelan dan
Zubaidi, Achmad. 2007. Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Paradigma: Yogyakarta.
Kusnardi, Moh.
2003. Mengenal hubungan antara Pemilu dan
Kedaulatan Rakyat. Pusat Studi Hukum
Tata Negara Fakultas Hukum UI: Jakarta.
Mahfud, Moh. 2009. Hukum dan
Pilar-Pilar Demokrasi. Gama Media: Yogyakarta.
Santoso, Topo dan Supriyanto, Didik. 2004. Mengawasi Pemilu,
Mengawasi Demokrasi.
Murai
Kencana: Jakarta.
Sarbaini.
2015. Demokratisasi dan Kebebasan Memilih Warga Negara
dalam Pemilihan Umum. Inovatif, 8 (1), Hlm: 1-13.
Tersedia di online journal.unja.ac.id/index.php/jimih/article/download/2177/1516. Diunduh tanggal 19 April 2017.
Sulasmono, bambang S dan Mawardi. 2011. Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Dasar. Widya Sari:
Salatiga.
Sulistyo, Herman dan Kadar. 2009. Uang
dan Kekuasaan dalam Pemilu. KIPP Indonesia:
jakarta.
Prasetyoningsih, Nanik. 2016. Dampak Pemilihan Umum Serentak Bagi Pembangunan Demokrasi Indonesia. Jurnal
Media Hukum, Hlm: 241-263. Tersedia di google scholar.go.id. Diunduh
tanggal 19 April 2017.
Bagi rekan-rekan pembaca setia blog PUSTAKA NAISWA yang ingin berkomentar, silahkan poskan komentar anda dengan bahasa yang baik dan santun. Komentar anda kami harapkan demi kesempurnaan blog ini. Terima Kasih
BalasHapusartikel yang bagus. mohon share
BalasHapussuper sekali
BalasHapusmaaf boleh saya ambil artikelnya?
BalasHapussilahkan sobat,,,
BalasHapussiang kakak, artikelnya koq kurang tajam ya pembahasannya !!!
BalasHapusMaaf,, slow respon ya!!! silahkan yang mau share. N terimakasih atas masukannya...
BalasHapusSaya tunggu artikel berikutnya. Smoga kedepan semakin menarik artikel yg anda berikan
BalasHapusArtikelnya bagus kakak sangat membantu
BalasHapusI like your artikel... good luck
BalasHapusaku tunggu artikel berikutnya sobat...
BalasHapusgood article, thanks you.
BalasHapusI will wait for the next article
BalasHapus