Sabtu, 29 April 2017

GURUKU IDOLAKU



Guruku Idolaku

Sebagai seorang pendidik, menjadi guru yang dijadikan idola bagi siswa merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi kita. Sadar atau tanpa sadar, tak jarang kita teringat akan jasa para guru di waktu sekolah dulu. Tanpa jasa mereka, mungkin kita tidak akan menjadi orang yang sukses. Secara tidak langsung, guru tersebut sudah menjadi guru idola bagi kita. Berikut merupakan kiat-kiat agar menjadi guru idola bagi siswa:
1.      Jadilah guru yang profesional, maksudnya menjalankan kinerja secara konsisten sesuai dengan tuntutan keprofesionalan sebagai guru.
2.      Sabar, jika kita menemukan siswa yang berprilaku negatif, hadapilah mereka dengan kesabaran. Jangan sekali-kali menuangkan kemarahan kita kepada siswa tersebut. Karena hal ini akan menimbulkan rasa trauma psikologis bagi siswa.
3.      Senyum, dengan ramah dan selalu tersenyum secara tidak langsung dapat membuat kondisi lingkungan belajar lebih menyenangkan bagi siswa dan pembelajaran tidak bersifat statis.
4.      Tinggalkan segala problem yang ada diluar Sekolah.
5.      Hormati pendapat siswa, hargailah segala pendapat siswa baik yang bersifat positif maupun negatif. Setelah siswa tersebut berpendapat, evaluasilah pendapat mereka di depan kelas, agar siswa lain juga mengetahuinya.
6.      Tunjukan rasa simpati pada siswa.
7.      Jangan memarahi siswa.
8.      Hilangkanlah guru yang otoriter dalam diri anda.
9.      Milikilah jiwa humor dalam diri anda sebagai guru.
10. Tunjukkan bahwa anda memiliki mood yang bagus didepan siswa.
11. Pujilah guru anda didepan siswa.
12. Diwaktu-waktu tertentu, jatuhkan dan pujilah siswa anda agar mental siswa kita terbentuk dan terlatih.
13. Bimbing dan arahkan mereka menuju presstasi yang gemilang.
Itulah beberapa tips untuk menjadi guru idola bagi siswa. 

Semoga tips dari saya dapat bermanfaat. Dan, apabila anda mempunyai tips lain untuk menjadikan guru sebagai idola bagi siswa, silahkan postkan komentar anda pada kolom komentar yang telah tersedia. Salam hangat salam Indonesia ...!!!



Senin, 24 April 2017

MEWUJUDKAN DEMOKRASI MELALUI PEMILIHAN UMUM YANG JUJUR, ADIL DAN TAK TERCELA DALAM MEMBENTUK NKRI



MEWUJUDKAN DEMOKRASI MELALUI PEMILIHAN UMUM YANG JUJUR, ADIL DAN TAK TERCELA DALAM MEMBENTUK NKRI


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan PPKn SD
Dosen pengampu: Dr. Drs. Sukirman, S.Pd., S.H., M.M.







Disusun oleh:

Nama   :           Nanik Istika Wati     
NIM    :           2015-03-006
                                                               

PROGDI MAGISTER PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2017

DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN.......................................................................................        i
DAFTAR ISI................................................................................................        ii
RINGKASAN..............................................................................................        iv
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................        1
A.    Latar Belakang ..................................................................................                    1
B.     Rumusan Masalah .............................................................................                    2
C.     Tujuan ................................................................................................                  2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................         4
A.    Demokrasi .........................................................................................                   4
1.      Pengertian Demokrasi .................................................................        4
2.      Jenis-jenis Demokrasi ..................................................................        6
3.      Prinsip-prinsip Demokrasi ...........................................................         8
B.     Periode Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia ...................................                      9
1.      Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Revolusi (1945 - 1950) .......         9
2.      Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Lama (1950 - 1966) ...        10
3.      Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Baru (1966 - 1998) ....        11
4.      Pelaksanaan Demokrasi Reformasi (1998 - Sekarang) ................        12
C.     Pemilihan Umum (Pemilu) ................................................................                    12
1.      Hakikat Pemilihan Umum (Pemilu) .............................................         12
2.      Asas Pelaksanaan Pemilu ............................................................       15
D.    Korelasi Pemilu dan Demokrasi ........................................................                    17
E.     Problematika dalam Pemilu ...............................................................                    18
BAB III PEMBAHASAN ...........................................................................      21
A.    Kebebasan Warga Negara dalam Proses Demokrasi Ditinjau
dari Hukum Ketatanegaraan NKRI ..................................................                     21
B.     Dinamika Pemilu di Indonesia ..........................................................                      23
C.     Solusi Problematika dalam Pemilu ....................................................                     25
BAB IV PENUTUP ....................................................................................        27
A.    Kesimpulan ......................................................................................                   27
B.     Implikasi ...........................................................................................                  28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................         29













RINGKASAN

Kedaulatan merupakan hal krusial dalam konsep bernegara. Kedaulatan merupakan konsep yang berkaitan dengan kekuasaan tertinggi dalam organisasi negara. Demokrasi berdiri berdasarkan prinsip persamaan, yaitu bahwa setiap warga negara memiliki kesamaan hak dan kedudukan didalam pemerintahan tanpa terkecuali, karena itu setiap warga negara sejatinya memiliki kekuasaan yang sama untuk memerintah.
Secara umum negara yang menganut demokrasi, Pemilu dianggap citra serta alat ukur dari demokrasi. Hasil Pemilu diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berargumen dan berserikat, dianggap citra partisipasi serta aspirasi masyarakat dalam berpolitik. Dengan adanya Pemilu diharapkan dapat menghasilkan wakil rakyat yang mampu mengerti aspirasi rakyat terutama proses perumusan kebijakan publik dengan adanya sistem pergiliran kekuasaan.
Pemilu tidak akan berhasil, jika yang menjadi pelaku utama melakukan pelanggaran dan kecurangan yang bertentangan dengan asas Luber dan Jurdil. Asas ini mengikat tidak hanya kepada pemilih, peserta maupun penyelenggara Pemilu. Asas jujur dan adil tidak hanya terwujud dalam mekanisme prosedural pelaksanaan Pemilu, tetapi juga harus terwujud dalam segala tindakan penyelenggaraan, peserta, pemilih, bahkan pejabat pemerintah sekaligus. Dengan demikian, asas jujur dan adil menjadi kekuatan keseluruhan pelaksanaan Pemilu.
Tetapi pada era reformasi seperti ini, pelanggaran dan kecurangan sering terjadi. Salah satunya yaitu money politic. Hal ini disebabkan karena money politic dianggap memiliki peran krusial dalam pesta demokrasi dan sudah menjadi rahasia umum jika praktiknya selalu ada. Pemberian dan penerimaan uang bertujuan untuk mempengaruhi proses Pemilu, seperti penentuan calon, pemungutan dan penghitungan suara, serta penetapan hasil Pemilu. Beberapa hal mengapa money politic bisa terjadi yaitu karena rendahnya SDM, baik peserta Pemilu itu sendiri, karena sengaja melakukan kecurangan yang memanfaatkan kebodohan masyarakat, kemudian banyaknya ekonomi masyarakat yang rendah, sehingga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk dipengaruhi dengan iming-imingan uang tanpa melihat kandidat calon atau program ke depan untuk kemajuan NKRI.
Untuk mengatasi problem  tersebut ada banyak pihak yang harus bertanggung jawab terutama pemerintah. Pemerintah sebaiknya mensosialisasikan Pemilu yang bersih dan bebas money politic kepada masyarakat agar tingkat partisipasi serta aspirasi meningkat. Diperlukan penyuluhan pendidikan politik dengan penanaman nilai yang tercantum dalam asas Luber dan Jurdil dalam memilih. Karena dapat membantu menyadarkan untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur dengan praktik money politic. Serta peningkatan SDM juga menjadi tanggung jawab pemerintah, dengan SDM berkualitas maka masyarakat tidak akan mudah terpengaruh. Sehingga diharapkan dalam pesta demokrasi asas Luber dan Jurdil dapat terlaksana dengan baik dan tak tercela dalam membentuk NKRI kedepannya.


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dasar hukum pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia yang diatur dalam undang-undang, sejak bergulirnya era reformasi sampai saat ini selalu mengalami perubahan. Setiap perubahan undang-undang Pemilu selalu dilakukan sebelum penyelenggaraan Pemilu dengan alasan sebagai hasil evaluasi penyelenggaraan Pemilu pada periode sebelumnya. Perubahan udang-undang Pemilu juga selalu dilakukan dalam satu paket perubahan dengan undang-undang penyelenggara Pemilu dan undang-undang partai politik, paket perubahan undang-undang ini juga biasa disebut paket perubahan undang-undnag politik.
Kelemahan pada legislasi dan regulasi menyebabkan sejumlah ketentuan yang memunculkan penafsiran berbeda dalam pelaksanaannya. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan sistem Pemilu proporsional terbuka terbatas menjadi terbuka penuh, menunjukkan regulasi penyelenggaraan Pemilu yang belum sempurna. Melalui pelaksanaan Pemilu DPR, DPR,DPD, Presiden dan Wapres, diharapakan dapat menjadi tumpuan perubahan untuk menjadi lebih baik demi NKRI kedepannya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut prinsip demokrasi. Dengan adanya prinsip demokrasi adalah kedaulatan berada di tangan rakyat, dilaksanakan untuk dan atas nama rakyat. UUD 1945 yang menjadi salah satu dasar hukum tertulis menjamin pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Sebagai negara yang demokratis yang mana rakyat dituntut untuk ikut campur (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara, salah satunya adalah dalam wujud partisipasi politik.
Partisipasi politik adalah kegiatan untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dalam menentukan segala aspek pemerintahan. Pemilihan umum merupakan salah satu sarana dalam demokrasi yang dimaksudkan untuk membentuk sistem kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat.
Pemilihan umum adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat serta merupakan salah satu bentuk pelayanan hak-hak asasi warga negara bidang politik. Untuk itu, sudah menjadi keharusan pemerintahan demokrasi untuk melaksanakan pemilihan umum dalam waktu-waktu yang telah ditentukan. Yang berasas luber dan jurdil yang tak tercela agar Pemilu tidak melukai jati diri NKRI.

B.     Rumusan Masalah
1)      Apakah demokrasi itu?
2)      Bagaimana periode pelaksanaan demokrasi di Indonesia?
3)      Apakah Pemilu itu?
4)      Bagaimana korelasi antara Pemilu dan demokrasi?
5)      Mengapa muncul problematika dalam Pemilu?
6)      Bagaimanakah kebebasan warga negara dalam proses demokratis ditinjau dari hukum ketatanegaraan NKRI?
7)      Bagaimanakah dinamika Pemilu di Indonesia?
8)      Bagaimana solusi problematika dalam Pemilu?

C.    Tujuan
1)      Agar mengetahui makna demokrasi.
2)      Agar mengetahui periode pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
3)      Agar mengetahui arti penting Pemilu bagi NKRI.
4)      Agar mengetahui korelasi antara Pemilu dan demokrasi.
5)      Agar mengetahui problematika dalam Pemilu.
6)      Agar mengetahui kebebasan warga negara dalam proses demokratis ditinjau dari hukum ketatanegaraan NKRI.
7)      Agar mengetahui dinamika Pemilu di Indonesia.
8)      Agar mengetahui solusi problematika dalam Pemilu.

























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Demokrasi
1.      Pengertian Demokrasi
Kedaulatan bagi sebuah negara sangatlah penting, mulai dari kedaulatan tuhan hingga gagasan kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat. Karena berdasarkan pendapat Croissant (2002) menyatakan bahwa “kedaulatan merupakan fungsi essensial yang ada pada negara”. Sebagai pengaruh dari ajaran kedaulatan tersebut, dalam studi hukum dan politik kedaulatan dicirikan sebagai kekuasaan yang mutlak, abadi, utuh dan tunggal tak terbagi dan bersifat lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ghaffar (2013: 3) menyatakan “Kekuasaan tertinggi tersebut biasanya dipahami sebagai sesuatu yang bersifat abstrak, tunggal, dan utuh, serta tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi”.
Pada masa sekarang konsep kedaulatan yang absolut seharusnya tidak dipertahankan lagi. Konsep kedaulatan haruslah dipahami sebagai konsep kekuasaan tertinggi yang dapat saja dibagi dan dibatasi. Siapapun pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan, harus selalu ada pembatasan oleh hukum dan konstitusi, sebagai wujud hukum tertinggi yang dibuat oleh pemilik kedaulatan itu sendiri.
Dalam khazanah pemikiran tentang negara dan praktik kenegaraan sepanjang peradaban manusia, dikenal lima teori atau ajaran tentang kedaulatan. Kelima teori itu adalah kedaulatan tuhan, kedaulatan raja, kedaulatan negara, kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum. Sejak perkembangan peradaban rasionalisme, teori kedaulatan yang saat ini paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia adalah kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi.
Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara.
Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” berarti rakyat dan “kratos/ kratein” berarti kekuasaan. Dengan demikian, secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat. Demokrasi telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln mengatakan demokrasi adalah government of the people, by the people and for the people atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Kaelan dan Zubaidi (2007: 55) mendefinisikan arti demokrasi secara singkat yaitu “pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat”. Perlu diketahui bahwa penerapan demokrasi untuk setiap negara di seluruh dunia, memiliki karakteristik masing-masing, yang pada dasarnya dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu negara.
Sedangkan pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):
a)      Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya (partisipasi).
b)      Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban, kebebasan serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sarbaini (2015: 1) menyatakan bahwa “demokrasi berdiri berdasarkan prinsip persamaan, yaitu bahwa setiap warga negara memiliki kesamaan hak dan kedudukan didalam pemerintahan, karena itu setiap warga negara sejatinya memiliki kekuasaan yang sama untuk memerintah. Kekuasaan rakyat inilah yang menjadi sumber legitimasi dan legalitas kekuasaan negara”.
Dikebanyakan negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.
2.      Jenis-jenis Demokrasi
Jenis-jenis demokrasi yang berkembang di seluruh dunia memiliki beberapa jenis. Berikut merupakan jenis-jenis demokrasi, yang akan diulas oleh penulis untuk menambah wawasan.
a)      Demokrasi Parlementer
Didalam sistem parlementer, kekuasaan legislatif terletak diatas kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, menteri-menteri kabinet harus mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada Dewan/ DPR. Pemerintah setiap saat dapat dijatuhkan oleh Dewan/ DPR jika melakukan suatu tindakan yang tidak terpuji.
b)     Demokrasi Liberal
Dalam sistem liberal, kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dipisahkan (sparate of power). Kepala negara/ presiden langsung dipilih oleh rakyat (contoh Amerika Serikat). Dalam demokrasi liberal pemerintah dipegang oleh partai yang menang dalam pemilihan umum, sedangkan partai yang kalah menjadi pihak oposisi.
c)      Demokrasi  Terpimpin
Demokrasi yang dikendalikan oleh seorang pemimpin/ presiden. Pemimpin yang kuat akan mengendalikan semua kekuatan  politik, sehingga keberadaan negara akan terjamin. Dalam demokrasi terpimpin, kehendak presiden sebagai pemimpin itulah yang berlaku. Presiden  mendominasi kehidupan politik, peran partai politik sangat terbatas.


d)     Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam Demokrasi Pancasila sangat diharapkan adanya musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi, bila tidak tercapai mufakat, pengambilan keputusan dapat ditempuh melalui pemungutan suara terbanyak  (Pasal 2, Ayat (3), UUD 1945). Dalam demokrasi Pancasila tidak mengenal dominasi mayoritas ataupun tirani minoritas. Dominasi mayoritas adalah kelompok besar yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengabaikan kelompok yang kecil. Tirani minoritas adalah kelompok kecil yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengabaikan kelompok besar.
Keunggulan demokrasi Pancasila dibanding dengan demokrasi lainnya sebagai berikut:
1)      Adanyaa penghargaan terhadap hak asasi manusia dan hak-hak minoritas tidak akan diabaikan.
2)      Mendahulukan kepentingan rakyat, dalam hal ini hak rakyat diakui dan dihargai.
3)      Mengutamakan musyawarah untuk mufakat, dan baru kemudaian menggunakan suara terbanyak.
4)      Kebenaran dan keadilan selalu dijunjung tinggi.
5)      Mengutamakan kejujuran dan iktikad baik.
Sedangkan dilihat dari pelaksanaannya  dikenal ada dua macam demokrasi, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung (perwakilan).


1)      Demokrasi langsung
Demokrasi langsung merupakan suatu sistem demokrasi yang melibatkan seluruh rakyatnya dalam membicarakan atau menentukan segala unsur negara secara langsung. Demokrasi langsung pernah dipraktikan pada zaman Yunani kuno; yaitu beberapa negara kota (Polis) di Athena. Demokrasi yang pertama di dunia ini mampu melaksanakan demokrasi langsung dengan suatu majelis yang mungkin terdiri dari 5000 sampai 6000 orang dan berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan demokrasi langsung.    
2)      Demokrasi tidak langsung atau perwakilan
Demokrasi tidak langsung atau perwakilan merupakan suatu sistem demokrasi yang dalam menyalurkan aspirasinya, rakyat memilih wakil-wakil untuk duduk dalam suatu lembaga parlemen atau lembaga perwakilan rakyat. Lembaga ini dipilih dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, karena itu dalam demokrasi tidak langsung semua rakyat turut serta dalam membicarakan dan menetapkan kebijakan tentang persoalan-persoalan negara.
3.      Prinsip-prinsip Demokrasi
Negara/ pemerintahan yang demokrasi memiliki dua asas pokok yang menjadi prinsip dalam demokrasi, yaitu:
a)      Pengakuan akan hakekat dan martabat manusia, misalnya perlindungan dari pemerintah terhadap  hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
b)      Pengakuan peran serta rakyat dalam pemerintahan, misalnya hak rakyat memilih wakil-wakil rakyat secara langsung, umum, bebas dan rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil.
Prinsip-prinsip demokrasi meliputi:
a)      Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik;
b)      Tingkat persamaan tertentu diantara warganegara;
c)      Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui oleh para warga negara;
d)     Suatu sistem perwakilan;
e)      Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas (Isra: 2013).
Sedangkan prinsip  dasar demokrasi pancasila, yaitu :
a)      Pemerintah berdasarkan konstitusi
b)      Pemilu yang bebas, jujur dan adil
c)      Hak Asasi Manusia dijamin
d)     Persamaan kedudukan di depan hokum
e)      Peradilan yang bebas dan tidak memihak
f)       Kebebasan berserikat/ berorganisasi dan mengeluarkan pendapat
g)      Kebebasan pers/ media massa (Mahfud: 2009)
B.     Periode Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
1.      Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Revolusi (1945-1950)
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan:
a)      Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
b)      Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
c)      Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer.
2.      Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Lama (1950-1966)
a)      Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan:
1)      Dominannya partai politik.
2)      Landasan sosial ekonomi yang masih lemah.
3)      Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950.
4)      Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
a.       Bubarkan Badan Konstituante.
b.      Kembali ke UUD 1945 dan tidak berlakunya UUD S 1950.
c.       Segera dibentuk MPRS dan DPAS.
b)     Masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
1)      Dominasi Presiden
2)      Terbatasnya peran partai politik
3)      Berkembangnya pengaruh PKI
4)      Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
a)        Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan.
b)        Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR
c)        Jaminan HAM lemah
d)       Terjadi sentralisasi kekuasaan
e)        Terbatasnya peranan pers
f)         Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
g)        Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama (Budiarto, 2009:175).
3.      Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde baru ( 1966 - 1998 )
Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, orde baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal. Hal ini disebabkan oleh:
1)      Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
2)      Rekrutmen politik yang tertutup,
3)      Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
4)      Pengakuan HAM yang terbatas
5)      Tumbuhnya KKN yang merajalela.
Sebab jatuhnya Orde Baru (Amal, 2000:160):
1)      Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
2)      Terjadinya krisis politik
3)      TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
4)      Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden.
4.      Pelaksanaan Demokrasi Reformasi ( 1998 – sekarang )
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan bangsa Indonesia yang demokratis antara lain:
1)      Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi,
2)      Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum,
3)      Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4)      Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
5)      Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV.
Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan Pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.
C.    Pemilihan Umum (Pemilu)
1.      Hakikat Pemilihan Umum (Pemilu)
Pembentukan lembaga perwakilan rakyat bagi negara demokrasi harus dilakukan oleh rakyat sendiri agar mencerminkan kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, pembentukan lembaga perwakilan harus dilakukan dengan cara-cara demokratis pula. Cara yang sampai saat ini dianggap demokratis dalam membentuk lembaga perwakilan rakyat adalah pemilihan.
Pemilihan wakil rakyat atau pejabat publik bisa atau oleh lembaga pemilih, seperti disebut diatas. Pemilu dengan demikian mempunyai nilai strategis bagi rakyat di negara yang menganut paham kedaulatan rakyat. Berdasarkan uraian tersebut, Sulasmono dan Mawardi (2011: 176) menyatakan Pemilu merupakan “proses atau kegiatan dimana rakyat dalam suatu negara secara langsung atau tidak langsung memilih orang/ orang-oang yang akan menduduki jabatan publik”. Jabatan publik adalah jabatan-jabatan yang ada dalam struktur pemerintahan negara, seperti anggota parlemen (DPR/ MPR, DPD, dan DPRD), presiden, gubernur, bupati dan sejenisnya di Indonesia.
Kusnardi (2003: 328-329) menyatakan bahwa “Pemilu merupakan instrumen penting dalam negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan”. Hal ini senada dengan pendapat Mahfud (2009: 220) yang menyatakan bahwa “Pemilu berhubungan erat dengan demokrasi karena sebenarnya Pemilu merupakan salah satu cara pelaksanaan demokrasi”. Pada zaman modern ini dapat dikatakan bahwa tidak ada satu negara yang dapat melaksanakan demokrasinya secara langsung dalam arti dilakukan oleh seluruh rakyatnya.
Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan Junaidi (2009: 106) menyatakan bahwa “Pemilu dimaknai sebagai prosedur untuk mencapai demokrasi atau merupakan prosedur untuk memindahkan kedaulatan rakyat kepada kandidat tertentu untuk menduduki jabatan-jabatan politik”. Demokrasi yang berkembang sekarang ini merupakan penyempurnaan konep demokrasi JJ. Rousseau. Dimana untuk menjalankan roda pemerintahan perlu ditunjuk para penyelenggara pemerintahan Penunjukkan para penyelenggara pemerintahan inilah dalam demokrasi biasanya melalui sistem pemilihan umum (Pemilu).
Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota. Setelah amendemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat dan dari rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rangkaian Pemilu. Pilpres sebagai bagian dari Pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim Pemilu. Pada umumnya, istilah "Pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Pemilu merupakan salah satu prinsip demokrasi yang harus dijalankan. Demokrasi Perwakilan tidak bisa dilepaskan dari penyelenggaraan Pemilu. Rakyat dapat menyampaikan aspirasinya secara aktif dan keikutsertaannya dalam pemerintahan melalui mekanisme Pemilu. Pemilu sering disebut sebagai pesta demokrasi yang dilakukan sebuah Negara.
Melalui Pemilu, rakyat memunculkan para calon pemimpin dan menyaring calon-calon tersebut berdasarkan nilai yang berlaku. Keikutsertaan rakyat dalam Pemilu, dapat dipandang juga sebagai wujud partisipasi dalam proses pemerintahan, sebab melalui lembaga masyarakat ikut menentukan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan pemimpin terpilih. Dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi, Pemilu menjadi kunci terciptanya demokrasi. Tak ada demokrasi tanpa diikuti Pemilu. Pemilu merupakan wujud yang paling nyata dari demokrasi.
Salah satu perwujudan keterlibatan rakyat dalam proses politik adalah Pemilu. Demokrasi sebuah bangsa hampir tidak bermakna tanpa Pemilu. Sehingga setiap pemerintahan suatu negara yang hendak menyelenggarakan Pemilu selalu menginginkan pelaksanaanya benar-benar mencerminkan proses demokrasi. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk ikut serta menentukan figure dan arah kepemimpinan negara dalam periode waktu tertentu.
Ide demokrasi yang menyebutkan bahwa dasar penyelenggaraan negara adalah kehendak rakyat merupakan dasar bagi penyelenggaraan Pemilu. Pemilu yang teratur dan berkesinambungan saja tidak cukup untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. Pemilu merupakan saran legitimasi bagi sebuah kekuasaan. Setiap penguasa betapapun otoriternya pasti membutuhkan dukungan rakyat secara formal untuk melegitimasi kekuasaanya.
Maka selain teratur dan berkesinambungan, masalah sistem atau mekanisme dalam penyelenggaraan Pemilu adalah hal penting yang harus diperhatikan. Dari berbagai sudut pandang, banyak pengertian mengenai Pemilu. Tetapi intinya adalah Pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Pemilu merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam praktek bernegara masa kini (modern) karena menjadi sarana utama bagi rakyat untuk menyatakan kedaulatan rakyat atas negara dan pemerintah. Pernyataan kedaulatan rakyat tersebut dapat diwujudkan dalam proses pelibatan masyarakat untuk menentukan siapa-siapa saja yang harus menjalankan dan disisi lain mengawasi pemerintahan negara. Karena itu, fungsi utama bagi rkayat adalah “untuk memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-wakil mereka”.
2.      Asas Pelaksanaan Pemilu
Waktu pelaksanaan dan tujuan pemilihan diatur di dalam Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, dan bukan di dalam Pasal 22E ayat (6) yang mengatur tentang ketentuan pemberian delegasi pengaturan tentang pemilihan umum dengan undang-undang. Asas Pemilu Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia (luber) serta Jujur dan adil (jurdil) mengandung pengertian bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan secara demokratis dan transparan, berdasarkan pada asas-asas pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia, serta jujur dan adil.
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Kemudian diera reformasi berkembang pula asas "Jurdil".
a)      Langsung
Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b)     Umum
Umum berarti pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/ pernah menikah berhak ikut memilih dalam pemilihan umum. Warga negara yang sudah berumu 21 (dua puluh satu) tahun berhak dipilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status social.
c)      Bebas
Bebas berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Didalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
d)     Rahasia
Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara suka rela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun;
e)      Jujur
Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum, penyelenggaraan/ pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
f)       Adil
Adil berarti dalam menyelenggarakan pem,ilu, setiap pemilih dan partai politik peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilu yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilu mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak manapun.
Berdasarkan undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang penyelenggara Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu. KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya. KPU memberikan laporan presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

D.    Korelasi Pemilu dan Demokrasi
Konsep negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, negara yang demokratis atau berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan melihat rumusan yang dipakai oleh pembentuk UUD 1945, yaitu “Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum”. Bahwa negara kita bedasarkan atas negara hukum yang dilandasi pancasila dan UUD 1945 dengan pengertian adanya sistem demokratis yang bertanggugjawab dari individu masing-masing. Negara kita menjamin kebebasan tiap-tiap individu untuk mengeluarkan pendapat dan aspirasinya.
Dasar hukum negara Indonesia adalah berdaulat menurut rakyatnya dan berdasarkan atas demokrasi yang utuh untuk kepentingan masyarakat luas. Berdaulat tersebut bermaksud demokrasi yang utuh dan kebebasan berpendapat di depan umum kepada rakyatnya dengan disertai dengan tanggungjawab individu masing-masing. Kedaulatan tersebut mengatakan bahwa tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warganegaranya. Dalam pengertian bahwa kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas-batas perundang-undangan, sedangkan undang-undang disini yang berhak membuat adalah rakyat itu sendiri.
Pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat dapat dilakukan melalui demokrasi langsung maupun demokrasi perwakilan. Demokrasi langsung bercirikan rakyat mengambil bagian secara pribadi dalam tindakan-tindakan dan pemberian suara untuk membahas dan mengesahkan undang-undang. Sedangkan demokrasi perwakilan, rakyat memilih warga lainnya sebagai wakil yang duduk di lembaga perwakilan rakyat untuk membahas dan mengesahkan undang-undang.
Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.
E.     Problematika dalam Pemilu
Setiap pelaksanaan Pemilu terkadang merencanakan mengubah pasal UU Pemilu. Sehigga, hal ini cenderung akan mengubah sistem Pemilu secara keseluruhan dan juga dengan ganti UU untuk keuntungan partai bukan untuk mementingkan kedepannya nasib NKRI dalam menjalankan Pemilu. Apalagi di Indonesia yang menganut sistem demokrasi yang mengatakan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat. Berarti rakyat dalam hal bersuara harus benar–benar diperhatikan tidak boleh diabaikan.  Berikut merupakan problematika secara umum yang sering terjadi pada saat pelaksanaan Pemilu:
1)      Penghitungan suara yang sangat lambat sehingga memakan waktu dan tenaga.
2)      Politik uang (money politic) sangat merajalela sehingga mementingkan satu golongan saja bukan kepentingan rakyat. Pelanggaran dalam bentuk politik uang secara khusus ditulis oleh Sulistyo dan Kadar (2009: 4-5). Politik uang ini dipraktikan dalam berbagai bentuk, antara lain:
a.       Penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan berupa penggunaan keuangan negara untuk tujuan keuntungan langsung maupun tidak langsung partai politik.
b.      Penyaluran dana secara melawan hukum dalam kerangka “bujukan politik” terhadap orang, kelompok atau organisasi, untuk mencapai kemenangan partai politik tertentu.
c.       Pemberian uang dan penerimaan uang yang bertujuan secara tidak sah mempengaruhi proses-proses Pemilu, seperti penentuan calon, pemungutan dan penhitungan suara, serta penetapan hasil Pemilu.
Sedangkan menurut Ismawan (2009: 35) menyatakan bawa politik uang (money politic) didefinisikan sebagai suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.
3)      Indikasi kecurangan sangat besar.
4)      Keberpihakan pihak penyelenggara demi keuntungan semata.
5)      Kualitas calon kandidat tidak berkualitas terutama di DPRD.
6)      Kebanyakan masyarakat memilih golput karena belum sadar arti partisipasi politik.
7)      Melanggar hak dasar warga negara untuk menggunakan haknya untuk memilih waktu hari pencontrengan dan mengabaikan suara rakyat untuk memilih presiden sesuai dengan hati nurani rakyat.
Idealnya, untuk mewujudkan Pemilu yang kredibel dan berkualitas, harus diciptakan ruang dan mekanisme partisipasi yang seutuhnya, di mana warga menyusun mekanisme demokrasi dan mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan sesuai dengan kehendak warga negara sendiri, tanpa ada rayuan ataupun intimidasi dari pihak-pihak yang berkepentingan, karena ide dari demokrasi yang digaungkan sebenarnya cukup sederhana, yaitu agar melindungi hak-hak warga negara dalam melaksanakan kebebasan untuk menyatakan pendapat.













BAB III
PEMBAHASAN

A.    Kebebasan Warga Negara dalam Proses Demokrasi Ditinjau dari Hukum Ketatanegaraan NKRI
Suatu pemerintahan disebut pemerintahan yang demokratis jika pemerintahan tersebut menempatkan kewenangan tertinggi berada di tangan rakyat, kekuasaan pemerintah harus dibatasi, dan hak-hak individu harus dilindungi. Namun demikian, dalam praktiknya masih banyak kelemahan dan ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip di negara-negara yang mengaku adalah negara demokrasi. Penerapan prinsip-prinsip demokrasi di masing-masing negara bersifat kondisional, artinya harus disesuaikan dengan situasi negara dan kondisi masyarakat yang bersangkutan.
Bagi Negara demokrasi modern, Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan mekanisme utama yang harus ada dalam tahapan penyelenggaraan negara dan pembentukan pemerintahan. Mengaitkan Pemilu dengan demokrasi sebenarnya dapat dilihat dalam hubungan dan rumusan yang sederhana, ada yang mengatakan bahwa Pemilu merupakan salah satu bentuk dan cara yang paling nyata untuk melaksanakan demokrasi, jika demokrasi diartikan sebagai pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, maka cara rakyat untuk menentukan pemerintahan itu dilakukan melalui Pemilu.
Pemilu adalah sarana yang utama untuk mewujudkan demokrasi dalam suatu negara. Substansi Pemilu adalah penyampaian suara rakyat untuk membentuk lembaga perwakilan dan pemerintahan sebagai penyelenggara negara. Suara rakyat diwujudkan dalam bentuk hak pilih, yaitu hak untuk memilih wakil dari berbagai calon yang ada. Sebagai suatu hak, hak memilih harus dipenuhi dan sesuai dengan amanat konstitusi.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Pemilu telah dilaksanakan beberapa kali dengan karakter yang berbeda-beda. Pemilu pertama pada Era Orde Lama, yang dilaksanakan pada tahun 1955,demokrasi Negara Indonesia lebih mengarah ke demokrasi liberal. Pada tahun 1955 ada 2 kali periode, Pemilihan pertama pada tanggal 29 September 1955, dimana rakyat Indonesia memilih anggota DPR. Lalu periode Kedua pada tanggal 15 Desember 1955 memilih anggota Konstituante yang diikuti dari 30 Partai Politik sebagai peserta Pemilu dan calon anggota konstituante yang dipilih lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perseorangan, tetapi pasca Pemilu tersebut kondisi politik Indonesia sarat dengan berbagai konflik. Sehingga jadwal Pemilu berikutnya seyogyanya dilakukan pada tahun 1960, tetapi tidak bisa terselenggara. Sehingga Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden pada tanggal 5 Juli 1959, yang isinya membubarkan DPR dan Konstituante hasil Pemilu tahun 1955 dan membentuk DPR GR, MPRS yang semua anggotanya diangkat oleh Presiden. Pada masa pemerintahan orde lama. Walaupun Pemilu pada tahun 1955 dipandang sebagai Pemilu yang demokratis pada saat itu, tetapi bukan tanpa masalah. Pemilu tahun 1955 melahirkan stabilitas politik, yang justru berujung pada lahirnya otoritarian pada masa demokrasi terpimpin.
Berbeda pada Pemilu-Pemilu era Orde Baru, tak dapat dibantah selalu terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif, sehingga ada yang mengatakan bahwa Pemilu pada masa Orde Baru hanya untuk menjadi alat untuk memperkuat legitimasi kepada kekuasaaan yang ada Melalui kekuatan politik hegemonik dalam konfigurasi politik yang otoriter, Pemerintah Orde Baru telah menciptakan Pemilu yang tidak adil sejak awal, karena adanya jatah atau hak pengangkatan untuk sejumlah besar anggota DPR dan DPRD. Dimana dalam pengaturan komposisi keanggotaan lembaga perwakilan yang tidak demokratis itu. Pada era Orba yang hanya diikuti oleh tiga Partai Politik, yaitu: PPP, Golkar, dan PDI, angka partisipasi warga negara hampir mencapai 100 persen, karena doktrin penguasa kepada warga negara bahwa memilih adalah kewajiban. Yang tidak memilih dianggap telah melawan negara (subversi) dan dikriminalkan. Sebagian besar suara digiring lari ke Golkar sebagai penguasa tunggal waktu itu. Dua parpol lain hanya sebagai "pelengkap penderita".
Dalam pelaksanaan Pemilunya pun terjadi banyak pelanggaran dan kecurangan yang dapat dikatakan, tidak pernah diselesaikan secara hukum. Berdasarkan pernyataan  Santoso dan Supriyanto (2004: 156) menyatakan bahwa dari tahun 1995 hingga 1999 terdapat 5 (lima) kasus pidana Pemilu yang disidangkan, namun hanya 3 (tiga) saja yang pelakunya dijatuhi hukuman, kedudukan pengawas dan penegak hukum Pemilu hanya menjadi penghias pesta demokrasi lima tahunan. Hasil Pemilu yang telah direncanakan dan kemudian diumumkan oleh Pemerintah semuanya harus diterima sebagai hasil yang benar, meskipun banyak kasus dan banyak korban dari berbagai pelanggaran.
Kemudian pada era reformasi, muncul gumpalan aspirasi dan gugatan kuat agar Pemilu sebagai sarana paling nyata bagi pelaksanaan demokrasi harus diselenggarakan secara benar-benar langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Sehingga pada Pemilu tahun 1999 terjadilah Pemilu yang relatif fair dan bersih, terutama jika dibandingkan dengan Pemilu-Pemilu pada Orde Baru. Tetapi problem atau ancaman bagi penyelenggaraan Pemilu yang membaik itu, mulai muncul lagi di awal era ini, yaitu pelaksanaan Pemilu 1999, muncul permasalahan penerimaan hasil Pemilu oleh peserta Pemilu karena ada beberapa partai politik yang masih mengangap ada kecurangan. Walaupun penyelenggaraan Pemilu pada saat itu berasal dari wakil partai politik, namun hasil Pemilu tidak dapat disahkan karena adanya perbedaan pendapat. Akhirnya hasil Pemilu tahun 1999 disahkan oleh Presiden.
B.     Dinamika Pemilu di Indonesia
Pelaksanaan Pemilu pada era reformasi hingga sekarang juga masih terdapat berbagai bentuk pelanggaran, baik yang terjadi saat kampanye, politik uang, verifikasi, hingga penetapan. Secara umum praktik kecurangan tersebut terjadi adalah rendahnya SDM, baik peserta Pemilu itu sendiri, karena sengaja melakukan kecurangan yang memanfaatkan kebodohan masyarakat, kemudian banyaknya ekonomi rakyat yang sangat rendah, sehingga sangat rentan untuk dipengaruhi dengan mengiming-imingkan uang tanpa ada melihat orangnya atau program ke depan untuk bangsa dan negara.
Kecurangan yang disebut politik uang (money politic) adalah sangat mempengaruhi hasil Pemilu tersebut, baik pemilihan legislatif, maupun presiden dan wakil presiden serta pemilihan kepala daerah. Belum lagi kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu. Timbul pertanyaan bagaimana serta langkah-langkah apa yang harus dilakukan agar pelaksanaan Pemilu yang disebut pesta demokrasi bisa terlaksana dengan sebaik-baiknya sehingga terjaminnya hak-hak demokrasi rakyat? Yaitu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat merupakan indikator penting untuk memudarkan berkembangnya praktek money politic karena sebagian besar masyarakat hanya memikirkan keuntungan sendiri tanpa menyadari efek yang timbul di masa depan. Praktek money politic dapat menghancurkan masa depan NKRI karena praktek money politic ini akan cukup menguras keuangan suatu partai atau perorangan yang mencalonkan diri pada Pemilu sehingga setelah terpilih di Pemilu akan memicu niat untuk korupsi.
Para pelaku praktek money politic ini memanfaatkan situasi perekonomian rakyat yang semakin sulit sehingga masyarakat jangan mudah tergiur dengan keuntungan yang diterima sementara ini. Sebaiknya pemerintah mengadakan sosialisasi Pemilu yang bersih dan bebas money politic kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat dalam demokrasi secara langsung meningkat. Perlu keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik kepada masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif dalam memilih.
Hal tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur dengan praktek money politic yang dapat menghancurkan demokrasi dan terjadi pelanggaran hak politik, yaitu hak pilih, karena seseorang mempergunakan hak pilihnya bukan atas dasar kesadaran, melainkan karena adanya bujukan dengan sejumlah uang atau adanya intimidasi dari penguasa untuk dipaksa memilih.
Meningkatkan SDM ini adalah merupakan tanggung jawab pemerintah sebagimana yang telah dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi jika rakyat Indonesia sudah cerdas, sehingga tidak mudah dipengaruhi karena sudah berpikir dan menentukan orang yang akan dipilih memimpin negara ini. Dengan meningkatkan SDM, maka tentu ekonomi juga meningkat, sehingga ketika menyalurkan aspirasinya pada saat pemilihan umum dapat dilaksanakan tanpa ada pengaruh dan juga bagi peserta Pemilu maupun penyelenggara Pemilu akan berjalan sesuai dengan ketentuan.
C.    Solusi Problematika dalam Pemilu
Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala-kendala tersebut. Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat karena ini tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalahan yang timbul karena Pemilu antara lain:
1)      Pemerintah, hendaknya merumuskan kebijakan mengenai Pemilu dengan sebaik-baiknya, menyeleksi jumlah partai dengan ketat, dan melakukan sosialisasi politik secara maksimal kepada masyarakat dan sebaiknya pemerintah membuat  pembenahan misalnya pendidikan dan pemberian informasi yang lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih. Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.
2)      Parpol, harus komitmen untuk benar-benar tidak melakukan praktek money politic dan apabila terbukti melakukan maka seharusnya didiskualifikasi saja. Hendaknya memaksimalkan fungsi-fungsi partai yang berkaitan dengan komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat.
3)      Masyarakat, harus ikut berpartisipasi untuk mengkaji keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menyelesaikan kasus-kasus pemillu agar tidak menyimpang dari peraturan hukum yang berlaku. Supaya tidak mau menerima praktek money politic yang dilakukan oleh partai politik, agar tidak menyesal untuk kedepannya dan tidak golput dalam pemilihan dan juga harus peka terhadap partai politik. Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan Pemilu dapat berjalan dengan lancar. Karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prasetyoningsih menyatakan bahwa tugas MK yaitu “menata sistem Pemilu lebih baik dan mampu melahirkan presiden dan wakil presiden yang berkualitas, serta mampu menyelesaian persoalan bangsa dan Negara”.
4)      Mahasiswa, seharusnya mahasiswa lebih perduli terhadap informasi terkait dengan perkembangan perpolitikan di Indonesia untuk meningkatkan pandangan dan pemikiran aktual mengenai kondisi bangsa sehingga dapat menularkan ilmu yang didapat kepada orang-orang yang disekitarnya yang belum mengerti tentang Pemilu.
5)      Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan Pemilu. Tokoh-tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
6)      Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip-prinsip dari Pemilu dapat terlaksana dengan baik.
Sadarilah apabila kita salah memilih pemimpin akan berakibat fatal karena dapat menyengsarakan kelangsuangan NKRI. Sebaiknya secara transparan dikemukan kepada publik sumber pendanaan kampaye oleh pihak-pihak yang mendanai tersebut dan harus dibatasi hukum agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar dari tindak pencarian pendanaan yang melanggar Undang-Undang.




BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat, maka konsep untuk rakyat ini seharusnya diterjemahkan dengan pengertian sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga Negara berkewajiban untuk memenuhi hak-hak rakyat termasuk dalam hak politik. Campur tangan negara dalam pemenuhan hak politik ini dapat dilakukan melalui perumusan kebijakan dan melakukan pengaturan. Namun, kewenangan yang dimiliki oleh negara tidak boleh bertentangan atapun menghilangkan hak memilih dan dipilih yang merupakan manifestasi dari hak dasar warga negara yang dipilih.
Demokrasi juga harustetap berjalan dalam hubungan antara warga negara dengan negara. Negara dan para penyelenggara negara terbentuk melalui Pemilu. Pemilu merupakan mekanisme utama yang harus ada dalam tahapan penyelenggaraan negara dan pembentukan pemerintahan. Pemilu dipandang sebagai bentuk nyata dari kedaulatan yang berada ditangan rakyat serta sebagai wujud konkrit dari partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, sistem dan penyelenggaraan Pemilu selalu menjadi perhatian utama. Disinilah esensi dari demokrasi sebagai pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Disini pula hak berserikat dan mengeluarkan pendapat diperlukan sekaligus bermakna. Hak itu diperlukan dan hanya bermakna pada pemerintahan yang mau mendengarkan suara rakyat.
Karena Pemilu merupakan sarana pembelajaran sekaligus pelajaran untuk memperkuat kematangan atau kedewasaan politik kita. Lebih jauh lagi, Pemilu adalah bagian penting dari usaha memperkuat demokrasi di Indonesia. Sehingga pada akhirnya, kita mampu merekonsstruksi budaya dan sistem politik atau sistem demokrasi di Indonesia. Karena sesungguhnya, setiap negara pun memiliki ruang terbuka untuk melakukan rekonstruksi kedemokrasiannya sesuai dengan budaya yang berkembang.
Keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik kepada masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif dalam memilih. Hal tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur melakukan hal-hal yang dapat menghancurkan demokrasi. Dengan demikian, kita sebagai warga negara yang baik dan benar sudah seharusnya mengerti hak dan kewajibanya sebagai warga negara. Kemudian kita hendaknya bertindak jujur dan adil (jurdil) saat memilih pemimpin yang benar agar NKRI kedepannya semakin berjaya.

B.     Implikasi
Bahwa Negara dalam menjaga kebebasan warga negara untuk bersuara dan berpendapat menggunakan hak pilihnya dalam proses demokrasi, maka:
1)      Pemerintah harus meningkatkan sumber daya manusia, untuk menuju rakyat yang cerdas.
2)      Pemerintah harus meningkatkan perekonomian, sehingga rakyat tidak mudah terpengaruh adanya politik uang.
3)      Pemerintah harus menjamin hak-hak rakyat dalam berdemokrasi, tentu dengan menegakkan hukum sebagai perisai pelindungnya.










DAFTAR PUSTAKA

Amal, Ichlasul. 2000. Teori-teori Mutakhir Partai Politik. Tiara Wacana: Yogyakarta.
Budiarto, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia: Jakarta.
Croissant, Aurel. 2002. Politik Pemilu di Asia Tenggara dan Asia Timur. Freidrich-Ebert-Stiftung: Singapore.
Gaffar, Janedjri M. 2013. Demokrasi dan Pemilu di Indonesia. Konpress: Jakarta.. 
Ismawan, Indra. 2009. Money Politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu. Media Presindo: Yogyakarta.
Isra, Saldi. 2013. Demokrasi Konstitusional. Konpress: Jakarta.
Junaidi, Veri. 2009. Menata Sistem Penegakan Hukum Pemilu Demokratis Tinjauan Kewenangan MK atas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU). Jurnal Konstitusi, 6 (3). Tersedia di google cindekia.go.id. Diunduh tanggal 18 April 2017.
Kaelan dan Zubaidi, Achmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Paradigma: Yogyakarta.
Kusnardi, Moh. 2003. Mengenal hubungan antara Pemilu dan Kedaulatan Rakyat. Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI: Jakarta.
Mahfud, Moh. 2009. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Gama Media: Yogyakarta.
Santoso, Topo dan Supriyanto, Didik. 2004. Mengawasi Pemilu, Mengawasi Demokrasi. Murai Kencana: Jakarta.
Sarbaini. 2015. Demokratisasi dan Kebebasan Memilih Warga Negara dalam Pemilihan Umum. Inovatif, 8 (1), Hlm: 1-13. Tersedia di online journal.unja.ac.id/index.php/jimih/article/download/2177/1516. Diunduh tanggal 19 April 2017.
Sulasmono, bambang S dan Mawardi. 2011. Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Dasar. Widya Sari: Salatiga.
Sulistyo, Herman dan Kadar. 2009. Uang dan Kekuasaan dalam Pemilu. KIPP Indonesia: jakarta.
Prasetyoningsih, Nanik. 2016. Dampak Pemilihan Umum Serentak Bagi Pembangunan Demokrasi Indonesia. Jurnal Media Hukum, Hlm: 241-263. Tersedia di google scholar.go.id. Diunduh tanggal 19 April 2017.