Selasa, 09 Mei 2017

PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN ASSESMENT PEMBELAJARAN




PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN ASSESMENT PEMBELAJARAN



Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penilaian Pendidikan Dasar
Dosen pengampu: Dr. Murtono, M.Pd.





 








Disusun oleh:
Kelompok 1


1.      Nanik Istika Wati                          (2015-03-006)
2.      Rynaldi Setya Rachim                  (2015-03-009)
3.      Mulyo Prayitno                             (2015-03-012)
4.      Iin Rahmawati                              (2015-03-020)




MAGISTER PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2016
 




BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari sebenarnya kita sering membuat suatu kegiatan evaluasi dan selalu menggunakan prinsip mengukurdan menilai. Namun, banyak orang belum memahami secara tepat arti kata evaluasi, pengukuran, dan penilaian bahkan masih banyak orang yang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut dengan suatu pengertian yang sama.
Bagi sebagian besar pendidik, istilah pengukuran, penilaian dan evaluasi adalah istilah yang sering digunakan dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar. Menentukan hasil pembelajaran diupayakan untuk berlaku objektif, adil dan menyeluruh. Oleh karena itu penggunaan alat ukur yang handal dan terpercaya mutlak untuk dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat.
Dalam melakukan evaluasi terhadap subjek dan sasaran evaluasi, dimana subjek evaluasi merupakan orang yang melakukan pekerjaan evaluasi yang ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku. Sedangkan sasaran evaluasi merupakan segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan karena penilaian menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut. Semuanya itu sebagai suatu kesatuan yang akan menentukan kualitas pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, pendidik dan peserta didik masing-masing mensukseskan tugas utama.
Secara umum orang hanya mengidentikan kegiatan evaluasi sama dengan menilai, karena aktifitas mengukur biasanya sudah termasuk didalamnya. Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.



A.    LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah proses yang bersifat terencana dan sistematik, karena itu perencanaannya disusun secara lengkap, dengan pengertian dapat dipahami dan dilakukan oleh orang lain dan tidak menimbulkan penafsiran ganda. Sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Antara pengukuran, penilaian, evaluasi saling berkaitan dalam pencapaian kualitas pembelajaran. Oleh karena itu perlu pembahasan lebih lanjut mengenai konsep dasar pengukuran dan penilaian.
Setiap orang pada saat-saat tertentu harus membuat keputusan pendidikan, yaitu keputusan yang berkaitan dengan soal pendidikan, baik yang menyangkut diri sendiri ataupun orang lain. Keputusan-keputusan semacam ini dapat mempunyai ruang lingkup yang besar, seperti misalnya keputusan seorang Menteri Pendidikan dan kebudayaan tentang penerapan sistem baru dalam penyelenggaraan pendidikan, atau keputusan seorang Rektor tentang nilai batas lulus calon-calon mahasiswa, dapat pula mempunyai ruang lingkup yang kecil, seperti misalnya keputusan seorang ibu tentang perlu atau tidaknya mengharuskan anaknya belajar secara tetap setiap malam atau putusan seorang mahasiswa mengenai mata kuliah pilihan mana yang akan diambilnya pada suatu semester.
Untuk dapat dicapainya keputusan yang baik diperlukan informasi yang lengkap dan tepat. Informasi semacam ini akan diperoleh melalui pengukuran dan penilaian pendidikan. Pengumpulan, pengolahan, pengaturan dan penyajian informasi pendidikan melalui pengukuran dan perlilaian menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidikan.
Memang tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian. Hal ini dapat dilihat mulai dari berpakaian, setelah berpakaian kemudian dihadapkan ke kaca apakah penampilannya sudah baik atau belum.
Dari kalimat tersebut kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu: evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sementara orang cenderung lebih mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama sehingga dalam pemakaiannya tergantung dari kata mana yang siap diucapkannya.
Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik atau tidak baik, bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dll. Apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai hasil yang baik, pendidik tentu dapat dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran dan demikian sebaliknya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Dalam makalah ini penyusunakan membahas tentang pengertian dari pengukuran, penilaian dan evaluasi, peranan penilaian dalam pembelajaran, penilaian yang otentik, macam-macam skala pengukuran, dan hubungan antara tes, pengukuran, penilaian dan evaluasi.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian pengukuran, penilaian dan asessement?
2.      Bagaimanakah hasil belajar sebagai objek penilaian?

C.    TUJUAN
1.      Menjelaskan pengertian pengukuran, penilaian dan assessment
2.      Menjelaskan hasil belajar sebagai objek penilaian









BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN ASESMEN
Pendidikan merupakan sebuah program yang melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai sebuah program, pendidikan merupakan aktivitas sadar dan sengaja yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mengetahui apakah penyelenggaraan program dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisen, maka perlu melakukan pengukuran, penilaian, dan asesmen dalam pembelajaran.
Pengukuran, penilaian, dan asesmen dalam menentukan hasil belajar perlu dilakukan. Untuk itu, perlu diketahui perbedaan dari ke tiga hal tersebut.
1.      Pengukuran
Setiap kegiatan pembelajaran membutuhkan pengukuran apabila dikehendaki untuk mengetahui apakah kegiatan berjalan sebagaimana yang diharapkan. pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria. Hartini (2011: 1) menyatakan pengukuran (measurement) yaitu proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana siswa telah mencapai karakteristik tertentu. Sedangkan Purwanto (2013: 2) juga menyatakan pengukuran yaitu membandingkan sesuatu yang diukur dengan alat ukurnya dan kemudian menerapkan angka menurut sistem aturan tertentu.
Suprananto (2012: 16) menyatakan perihal tentang pengukuran (measurement) merupakan cabang ilmu statistika terapan yang bertujuan untuk membangun dasar-dasar pengembangan tes yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliabel. Pengukuran juga didefinisikan sebagai sekumpulan aturan atau prosedur dalam kauntitatif terhadap atribut yang dapat mewakili obejk, sifat atau karakteristik tertentu. 
Beberapa karakteristik pengukuran meliputi:
a)      Perbandingan antara atribut yang diukur dengan alat ukurnya,
b)      Hasil pengukuran bersifat kuantitatif atau berupa angka, dan
c)      Hasil pengukuran bersifat deskriptif.

Endang purwanti (2008: 4) mengartikan pengukuran sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
Hopkins dan antes (1990) mengartikan pengukuran sebagai suatu proses yang menghasilkan gambaran berupa angka-angka berdasarkan hasil pengamatan mengenai beberapa ciri tentang suatu objek, orang atau peristiwa.
Cangelosi (1995:21) menyatakan bahwa pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indra mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan.
Ign. Masidjo (1995: 14) juga mengemukakan bahwa pengukuran adalah suatu kegiatan menentukan kuantitas suatu objek melalui aturan-aturan tertentu sehingga kuantitas yang diperoleh benar-benar mewakili sifat dari suatu objek yang dimaksud.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah pengumpulan fakta-fakta kuantitatif untuk membandingkan beberapa objek dengan standar yang telah disesuaikan dengan objek yang di ukur. Dibidang pendidikan pengukuran berarti mengukur karakteristik dan kemampuan siswa. Pengukurandilakukan secara sistematis dan menggunakan alat ukur yang baku.
Selain itu, pengukuran juga dapat diartikan sebagai proses menentukan angka untuk individu atau menentukan karakteristik individu dengan alat ukur (tes) yang hasilnya berupa daa kuantitatif. Untuk menaksir hasil belajar siswa guru perlu melakukan pengukuran dengan membaca apa yang dilakukan siswa (misalnya mengamati kinerja siswa, mendengarkan apa yang dikatakan), kemudian hasil dari pengukuran diambil keputusan tentang kondisi siswa misalnya dinaikkan, diluluskan dan sebagainya. Pengukuran tersbut biasanya menggunakan skor kuantitatif.
2.      Penilaian
Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh beragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau informasi tentang ketercapaian kompetensi siswa. Oleh karena itu, penilaian berfungsi membantu guru untuk merencanakan kurikulum dan pengajaran, di dalam proses belajar mengajar, kegiatan penilaian membutuhkan informasi dari setiap individu atau kelompok siswa serta guru. Guru dapat melakukan penilaian dengan cara mengumpulkan catatan yang diperoleh melalui ujian, produk, observasi, portofolio, unjuk kerja, serta data hasil wawancara.
Sedangkan Surapranata (2004) menyatakan bahwa penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Pengertian penilaian berhubungan erat dengan setiap bagian dari kegiatan belajar mengajar. Ini menunjukkan bahwa proses penilaian tidak hanya menyangkut hasil belajar saja tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas dan administrasi sekolah. Selain itu Rasyid dan Mansur (2009: 84) juga menyatakan prihal penilaian belajar mempunyai makna cara untuk memberikan informasi dan melibatkan pelajar sendiri dalam proses penilaian. Guru bertanggung jawab dengan memegang prinsip penilaian dan melakukan proses bagaimana mereka dapat menilai hanya jumlah pembelajaran yang telah terjadi, tapi memungkinkan siswa belajar lebih efektif melalui bermain dan berperan aktif.
Selain itu Purwanto (2013: 3) juga menyatakan mengenai pengertian penilaian yaitu pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria tertentu. Instrumen penilaian bisa berupa metode atau prosedur formal maupun informal, untuk menghasilkan informasi belajar siswa. Peoses penilaian dapat berbentuk tes tertulis maupun lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah. Penilaian juga dapat diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.
a.      Tujuan  Penilaian
Arikunto (2015) menyatakan bahwa tujuan penilaian ditinjau dari berbagai segi sistem pendidikan, yaitu:
1)      Penilaian Berfungsi Selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain:
a)      Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
b)      Untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya.
c)      Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
d)     Untuk memilih siswa yang berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.
2)      Penilaian Berfungsi Diagnosis
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu, diketahui pula penyebabnya. Jadi, dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru melakukan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah mencari cara untuk mengatasinya.
3)      Penilaian berfungsi sebagai penempatan
Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di negara barat adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan caramempelajari sebuahpaket belajar, baik ituberbentuk modul maupun paket belajar yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya sistem ini adalah timbulnya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individu. Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakat sendiri-sendiri. Sehingga, pelajara akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sulit dilaksanakan.
Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
4)      Penilaian Berfungsi sebagai Pengukuran Keberhasilan
Fungsi penilaian ini untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Telah disinggung pada bagian sebelumnya keberhasilan program ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.
b.      Ciri-ciri Penilaian dalam Pendidikan
Apakah sebenarnya kepandaian itu? Seorang yang pandai matematika, tidak dapat dengan mudah dibedakan dari siswa lainnya, hanya dengan melihat anak tersebut. Kita tidak dapat melihat siswa pandai atau siswa kurang pandai. Kepandaian itu tidak dapat disaksikan dari luar.
Untuk dapat menentukan siswa mana yang lebih pandai dari yang lain, maka bukan kepandaiannya yang diukur. Kita dapat mengukur kepandaian melalui gejala yang tampak atau memancar dari kepandaiannya. Salah satu contohnya adalah bahwa anak yang pandai biasanya dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru.
Ciri-ciri penilaian dalam pendidikan antara lain sebagai berikut:
1)      Ciri pertama
Yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak langsung. Misalnya akan mengukur kepandaian melalui ukuran kemampuan menyelesaikan soal-soal. Anak yang pandai biasanya mempunyai ciri:
a)      Kemampuan untuk bekerja dengan bilangan
b)      Kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik
c)      Kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru (cepat mengikuti pembicaraan orang lain)
d)     Kemampuan untuk mengingat-ingat
e)      Kemampuan untuk berfantasi.
Dalam kenyataannya ada orang yang memiliki kemampuan rata-rata tinggi, rata-rata rendah, dan ada yang memiliki kemampuan khusus tinggi. Misalnya kemampuan rata-rata rendah, tetapi kemampuan berfantasi tinggi dan menjadi seniman ulung.
2)      Ciri Kedua
Yaitu penggunaan ukuran kuantitatif yang artinya menggunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama pengukuran. Setelah itu diinterprestasikan ke bentuk kualitatif. Misalnya dari hasil pengukuran, Tya mempunyai IQ 125, sedangkan IQ Tini 105. Dengan demikian, maka Tya dapat digolongkan sebagai anak yang sangat pandai, sedangkan Tini sebagai anak normal.
3)      Ciri Ketiga
Yaitu penilaian pendidikan menggunakan, unit-unit atau satuan yang tetap karena IQ 105 termasuk anak normal. Anak lain yang hasil pengukuran Iqnya 80, menurut unit pengukurannya termasuk anak dungu.
4)      Cara keempat
Yaitu bersifat relatif. Artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dari satu waktu ke waktu yang lain.
5)      Ciri kelima
Yaitu dalam penilaian pendidikan itu sering terjadi kesalahan-kesalahan. Adapun sumber kesalahan dapat ditinjau dari berbagai faktor yaitu:
i.           Terletak pada alat ukurnya
Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik. Sebagai contoh, kita akan mengukur panjang meja tetapi menggunakan pita ukuran yang terbuat dari bahan elastis, dan cara mengukurnya ditarik-tarik. Tentu saja pita ukuran itu tidak dapat kita golongkan sebagai alat ukur yang baik. Karena gambaran tentang panjangnya meja tidak dapet diketahui dengan pasti.
ii.         Terletak pada orang yang melakukan penilaian
Hal ini dapat berupa:
a.       Kesalahan pada waktu melakukan penilaian karena faktor subjektif penilai telah mempengaruhi hasil pengukuran. Tulisan yang jelek dan tidak jelas, mau tidak mau mempengaruhi subjektifitas penilai. Jika pada waktu mengerjakan koreksi, penilai itu sendiri sedang risau. Itulah sebabnya pendidik harus sejauh mungkin dari hal tersebut.
b.      Kecenderungan dari penilai untuk memberikan nilai secara murah atau mahal.  Ada guru yang memberi nilai 2 untuk   siswa yang menjawab salahhh dengan alasan untuk reward menulis. Tetapi ada yang memberikan nilai 0 untuk jawaban yang serupa.
c.       Adanya Hallo-Effect yaitu adanya kesan penilai terhadap siswa. Kesan itu berasal dari guru lain maupun daru guru itu sendiri pada kesempatan memegang mata pelajarn itu.
d.      Adanya pengaruh hasil yang telah diperoleh terdahulu. Seorang siswa pada ulangan pertama mendapat nilai 100 sebanyak dua kali. Untuk ulangan ketiga dan seterusnya, guru sudah terkena pengaruh ingin memberi angka lebih banyak   dari yang sebenarnya. Walaupun seandainya pada waktu ulangan tersebut ia sedang mengalami nasib kurang baik, yakni salah mengerjakan.
e.       Kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan menjumlah angka-angka hasil penilaian.
iii.       Terletak pada anak yang dinilai
a)      Siswa adalah manusia yang berperasaan dan bersuasana hati. Suasana hati seseorang akan sangat berpengaruh terhadap hasil penilaian. Misalnya, suasana hati yang kalut, sedih, atau tertekan, akan memberikan hasil kurang memuaskan. Sedang suasana hati gembira dan cerah akan memberikan hasil yang baik.
b)      Keadaan fisik ketika siswa sedang dinilai. Kepala pusing, perut sakit, atau karena sakit gigi, tentu saja akan mempengaruhi cara siswa memecahkan persoalan. Pikirannya sangat sukar untuk konsentrasi.
c)      Nasib siswa kadang-kadang mempunyai peranan terhadap hasil penilaian. Tanpa adanya sesuatu sebab fisik maupun psikis, ada kalanya seperti ada gangguan terhadap kelancaran mengerjakan soal-soal.

iv.       Terletak pada situasi dimana penilaian berlangsung
a.       Suasana yang gaduh, baik di dalam maupun di luar ruangan, akan mengganggu konsentrasi siswa.
b.      Pengawasan dalam penilaian. Tidak menjadi rahasia lagi bahwa pengawasan yang terlalu ketat tidak akan disenangi oleh siswa yang suka melihat ke kanan dan ke kiri. Namun ada kalanya keadaan sebaliknya, yaitu pengawasan yang longgar justru membuat jengkel bagi siswa yang mau disiplin dan percaya pada diri sendiri.
3.      Assesment
Assesment merupakan istilah umum yang didefinisikan sebagai sebuah proses yang ditempuh untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam rangka membuat keputusan-keputusan mengenai para siswa, kurikulum, program-program, dan kebijakan pendidikan, metode atau instumen pendidikan lainnya oleh suatu badan, lembaga, organisasi atau institusi resmi yang menyelenggarakan suatu aktivitas tertentu Hamzah dan Satria (2012: 1)
Selain itu, Hamzah (2006) juga menyatakan mengenai assesmen dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya formal pengumpulan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel penting pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa. Assesment sering pula disebut sebagai salah satu bentuk penilaian, sedangkan penilaian merupakan salah satu komponen dalam  evaluasi. Ruang lingkup assesment sangat luas dibandingkan dengan evaluasi. Tindakan suatu pengukuran yang bersifat kuantitatif dan penilaian bersifat kualitatif adalah merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari assesment.
Secara umum, assesment dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa, baik yang menyangkut kurikulum, program-program pembelajaran, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah. Assesment secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pengukuran dan non pengukuran untuk memperoleh data karakteristik siswa dengan aturan tertentu.
a.      Tujuan dan Fungsi Assesment
Buchori (2008: 6-7) menyatakan dalam pendidikan orang mengadakan evaluasi untuk memenuhi dua tujuan, yaitu: (1) untuk mengetahui kemajuan anak atau murid setelah murid tersebut menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu, dan (2) untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan pendidikan selama jangka waktu tertentu. Sedangkan Arikunto (2006: 9-11) juga menyatakan bahwa tujuan atau fungsi evaluasi ada beberapa hal, yaitu: (1) penilaian berfungsi selektif, (2) penilaian berfungsi diagnostik, (3) penilaian berfungsi sebagai penempatan, (4) penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penilaian sebagai suatu tindakan atau proses setidak-tidaknya memiliki tiga fungsi, yaitu (1) mengukur kemajuan, (2) menunjang penyusunan rencana, (3) memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali. Sedangkan Thoha (2004: 10-11) menyatakan bahwa fungsi evaluasi pendidikan bila dilihat dari kepentingan masing-masing pihak mempunyai lima fungsi, yaitu fungsi (1) bagi guru, (2) bagi murid, (3) bagi sekolah, (4) bagi orang tua, (5) bagi masyarakat.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa fungsi penilaian bagi guru adalah untuk (1) mengetahui kemajuan belajar siswa, (2) mengetahui kedudukan masing-masing siswa secara individu, (3) mengetahui kelemahan-kelemahan cara belajar mengajar, (4) memperbaiki proses belajar-mengajar, dan (5) menentukan kelulusan siswa. Sedangkan fungsi penilaian bagi siswa yaitu: (1) mengetahui kemampuan dan hasil belajar, (2) memperbaiki cara belajar, (3) menumbuhkan motivasi dalam belajar. Serta fungsi bagi sekolah yaitu: (1) mengukur mutu hasil pendidikan, (2) mengetahui kemajuan dan kemunduran sekolah, (3) membuat keputusan kepada siswa, (4) mengadakan perbaikan kurikulum.
Adapun fungsi penilaian bagi orang tua siswa yaitu: (1) mengetahui hasil belajar anaknya, (2) meningkatkan pengawasan dan bimbingan serta bantuan kepada anaknya dalam usaha belajar, dan (3) mengarahkan pemilihan jurusan atau jenis sekolah pendidikan lanjutan bagi anaknya. Sedangkan fungsi penilaian pendidikan bagi masyarakat, yaitu: (1) mengetahui kemajuan sekolah tersebut, (2) ikut berpartisipasi mengadakan kritik dan saran yang membangun bagi kurikulum pendidikan pada sekolah tersebut, dan (3) lebih meningkatkan partisipasi masyarakat dalam usahanya membantu lembaga pendidikan.
Ketika guru akan menilai siswa, artinya guru tersebut mengumpulkan informasi untuk membantu menentukan target-target belajar yang telah diperoleh siswa. Sebagian besar teknik-teknik penilaian bisa digunakan unttuk mengumpulkan informasi ini. Teknik-tenik penilaian tersebut termasuk pengamatan-pengamatan formal dan infromal siswa, penampilan siswa dalam sehari-hari, analisis catatan siswa dan lain sebainya. Standar untuktugas-tugas sebelumnya harus ditetapkan secara jelas, termasuk juga identifikasi prestasi yang harus didemonstrasikan dan standar kualitas yang ditetapkan. Demikian pula kriteria penilaian dari tiap-tiap penampilan siswa yang akan diamati harus sudah dimengerti dan disepakati bersama. Melalui cara tersebut, assesment dapat dirasakan lebih terbuka dan adil bagi semua siswa. Siswa mempunyai acuan yang jelas dalam mengerjakan tugas dari guru.
Ada beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam menerapkan assesment terhadap penampilan siswa, yang telah diungkapkan oleh Harjidipuro (2004: 2) antara lain yaitu:
1)      Tugas-tugas yang diberikan hendaknya menginformasikan tentang penggunaan pengetahuan dan proses yang telah mereka pelajari;
2)      Format observasi mengidentifikasi aspek-aspek yang dimati;
3)      Seperangkat deskripsidari proses yang digunakan sebagai dasar untuk menilai keseluruhan penampilan siswa;
4)      Contoh yang baik sebagai model dan penampilan yang harus ditiru siswa.
Assesment selalu memegang peranan penting dalam segala bentuk pengajaran yang efektif melalui proses evaluasi. Setelah diadakan evaluasi diharapkan akan diperoleh balikan atau feedback yang dipakai untuk memperbaiki dan merevisi bahan atau metode pengajaran, atau untuk menyesuaikan bahan dengan perkembangan kemampuan siswa. Salah satu kegunaan assesment adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b.      Objek dalam Assesment
Arikunto (2006: 18-20) menyatakan bahwa objek penilaian meliputi tiga segi yaitu: (1) input, (2) transformasi, (3) output. Hal ini mempunyai arti bahwa Input (siswa) dianggap sebagai bahan mentah yang akan diolah. Transformasi dianggap sebagai dapur tempat mengolah bahan mentah, dan output dianggap sebagai hasil pengolahan yang dilakukan di dapur dan siap untuk dipakai.
Setelah memilih objek yang akan dievaluasi, maka harus ditentukan aspek-aspek apa saja dari objek tersebut yang akan dievaluasi. Dilihat dari input diatas, maka objek dari evaluasi pendidikan meliputi tiga aspek, yaitu: (1) aspek kemampuan, (2) aspek kepribadian, (3) aspek sikap. Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian antara lain: (1) kurikulum/ materi, (2) metode dan cara penilaian, (3) sarana pendidikan/ media, (4) sistem administrasi, (5) guru dan personal lainnya.
c.       Macam-macam Assesment
1.      Penilaian diri (self assesment)
a)      Pengertian penilaian diri (self assesment)
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu Suwandi (2010: 114). Penilaian diri dapat mengukur kemampuan siswa dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
1.      Penilaian kompetensi kognitif di kelas
Misalnya: siswa diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikirnya sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu. Penilaian diri siswa didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
2.      Penilaian kompetensi afektif
Misalnya, siswa dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu objek tertentu. Selanjutnya, siswa diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
3.      Penilaian kompetensi psikomotorik
Siswa diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah di kuasainya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan sebelumnya.
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Kelebihan penggunaan teknik ini meliputi beberapa hal, yaitu:
1.      Dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa, karena mereka diberik kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri;
2.      Siswa menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karenaketika mereka melakukan penilaian harus melakukan instropeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya;
3.      Dapat mendorong, membiasakan, serta melatih siswa untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam melakukan penilaian.
Demikianlah, keunggulan dari penggunaan teknik penilaian diri (self assesment) yang tetntunya bermanfaat bagi guru, dan yang paling utama adalah bagi siswa itu sendiri.

b)     Teknik penilaian diri (self assesment)
Teknik penilaian diri dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas dan objektif. Oleh karena itu, penilaian diri oleh siswa di kelas perlu dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai;
2.      Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan;
3.      Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau skala penilaian;
4.      Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri;
5.      Guru mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong peserta didik supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif;
6.      Menyampaikan umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil kajian terhadap sampel hasil peniliaian yang diambil secara acak Suwandi (2010: 115).
c)      Langkah-langkah pelaksanaan penilaian
Penetapan indikator pencapaian hasil belajar perlu dilakukan, karena indikator merupakan ukuran, karakteristik, ciri-ciri, pembuatan atau proses yang berkontribusi/ menunjukkan ketercapaian suatu kompetensi dasar. Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, seperti: mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan, menceritakan kembali, mempraktekkan, mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan.
Indikator pencapaian hasil belajar dikembangkan oleh guru dengan memperhatikan perkembangan dan kemampuan setiap siswa. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi dua atau lebih indikator pencapaian hasil belajar, hal ini sesuai dengan keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tertentu. Indikator-indikator pencapaian hasil belajar belajar dari setiap kompetensi dasar merupakan acuan yang digunakan untuk melakukan penilaian.
B.     HASIL BELAJAR SEBAGAI OBJEK PENILAIAN
Sebelum melakukan penilaian, hal yang harus difokuskan yaitu apa yang akan dinilai dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan?. Terhadap pertanyaan ini kita kembali kepada unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar mengajar. Ada empat unsur utama proses belajar mengajar, yaitu tujuan, bahan, metode, dan alat serta penilaian.
Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakikatnya yaitu rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkam. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.
Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya Sudjana (2013: 22). Dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia mempunyai rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, yang keduanya menggunakan klasifikasi hasil belaja dari Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Krathhwohl (2010: 6) menyatakan ranah kognitif dapat dibagi menjadi enam kategori yaitu: (1) mengingat, (2) memahami, (3) mengaplikasikan, (4) menganalisis, (5) mengealuasi, dan (6) mencipta.
Kemudian ranah selanjutnya yaitu ranah afektif  yang berkaitan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Sedangkan yang terakhir yaitu ranah psikomotorik yang berkaitan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, serta gerakan ekspresif dan interpretatif.
            Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pembelajaran.
1.      Ranah Kognitif
a)      Tipe Hasil Belajar: Pengetahuan
Istilah pengetahuan diterjemahkan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Pengetahuan yang dimaksud yaitu pengetahuan faktual di samping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, maupun nama-nama kota. Dilihat dari proses belajar mengajar, istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep lainnya.
Ada beberapa cara untuk dapat mengingat dan menyimpannya dalam ingatan seperti teknik memo, mengurutkan kejadian, membuat singkatan yang bermakna. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuh ranah kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku pada semua bidang studi. Misalnya, hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana menggunakan rumus tersebut, sehingga akan memudahkan membuat sebuah kalimat yang baik.
b)     Tipe Hasil Belajar: Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.
Untuk lebih jelasnya mengenai tipe hasil belajar pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu:
1)      Pemahaman Terjemahan
Yaitu pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan warna bendera merah putih.
2)      Pemahaman Penafsiran
Yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahuiberikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Menghubungkan pengetahuan tentang konjungsi kata kerja, subyek, dan possesive pronoun sehingga siswa tahu dan mampu menyusun kalimat sendiri. Misal kalimat “My friends is studying,” bukan “My friends studying,” merupakam contoh pemahaman penafsiran.
3)      Pemahaman Ekstrapolasi
Ekstrapolasi maksudnya siswa diharapkan mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus ataupun masalahnya.
Meskipun tipe hasil belajar pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori, perlu diingat bahwa menarik garis yang tegas antara ketiganya tidaklah mudah. Penyusunan tes dapat membedakan item yang susunannya ternasuk sub kategori tersebut. Tetapi, tidak perlu berlarut-larut mempermasalahkan ketiga perbedaan itu. Sejauh dengan mudah dapat membedakan antara pemahaman terjemahan, penafsiran, dan ekstrapolasi, bedakanlah untuk kepentingan penyusunan soal tes hasil belajar.
c)      Tipe Hasil Belajar: Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut berupa ide, teori, atau petunuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.
Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap menjadi proses pemecahan masalah. Kecuali itu, ada satu unsur lagi yang perlu masuk, yaitu abstraksi tersebut perlu berupa prinsip atau generalisasi, yakni sesuatu yang umum sifatnya untuk diterapkan pada situasi khusus.
d)     Tipe Hasil Belajar: Analisis
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakam kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahnya integritas menjadi bagian-bagian yang tepat terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya, untuk hal lain memahami cara bekerjanya, untuk hal lain lagi memahami sistematikanya. Bila kecakapan analisis telah dapat berkembang pada seseorang, maka ia akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif.
e)      Tipe Hasil Belajar: Sintesis
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman, berpikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang satu tingkat lebih rendah daripada berpikir devergen. Dalam berpikir konvergen, pemecahan atau jawabannya akan sudah diketahui berdasarkan yang sudah dikenalnya.
Berpikir sintesis adalah berpikir devergen. Dalam berpikir devergen pemecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan. Mensintesiskan unit-unit tersebar tidak sama dengan mengumpulkannya ke dalam satu kelompok besar. Mengartikan analisis sebagai memecah integritas menjadi bagian-bagian dan sintesis sebagai menyatukan unsur-unsur menjadi integritas perlu berhati-hati dan penuh telaah.
Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu hasil yang hendak dicapai dalam pendidikan. Seseorang yang kreatif sering menemukan atau menciptakan sesuatu. Kreativitas juga beroperasi dengan cara berpikir devergen. Dengan kemampuan sintesis, orang mungkin menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu, atau menemukan abstarksinya atau operasionalnya.
f)       Tipe Hasil Belajar: Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materil, dll. Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu. Dalam tes esai, standar atau kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase “menurut pendapat anda” atau “ menurut teori tertentu”.
Frase yang pertama sukar diuji mutunya, setidak-tidaknya sukar diperbandingkan atau lingkungan fariasi kriterianya sangat luas. Frase yang kedua lebih jelas standarnya. Untuk mempermudah mengetahui tingkat kemampuan evaluasi seseorang, item tesnya hendaklah menyebutkan kriterianya secara eksplisit.
Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.  Mampu memberikan evaluasi tentang kebijakan mengenai kesempatan belajar, kesempatan kerja, dapat mengembangkan partisipasi serta tanggung jawabnya sebagai warga negara. Mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis akan mempertinggi mutu evaluasinya.

2.      Ranah Afektif
Ranah afektif berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bawa sikap seseorang dapat diramalkan perubahaannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kognitif. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiaannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
Sekalipun bahan pelajaran berisi ranah kognitif, ranah afektif harus menjadi bagian integral dari bahan tersebut dan harus tampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Oleh sebab itu, penting di nilai hasil-hasilnya.
Ada beberapa jenis ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks.
a)      Reciving/ Attending
Yaitu semacam kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini, termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
b)     Responding
Responding atau jawaban yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
c)      Valuing
Valuing atau penilaian yang berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. 
d)     Organisasi
Yaitu pengembangan dari nilaike dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll.
e)      Karakteristik Nilai
Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
3.      Ranah Psikomotorik
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yaitu:
a)      Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar)
b)      Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar
c)      Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dll.
d)     Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.
e)      Gerakan – gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
f)       Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya.
Hasil belajar afektif dan psikomotorik ada yang tampak pada saat proses belajar mengajar berlangsung dan ada pula yang baru tampak kemudian (setelah pembelajaran diberikan) dalam praktik kehidupannya di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Itulah sebabnya hasil belajar afektif dan psikomotorik sifatnya lebih luas, lebih sulit dipantau namun memiliki nilai yang sangat berarti bagi kehidupan siswa sebab dapat secara langsung mempengaruhi perilakunya.
Ketiga hasil belajar yang telah dijelaskan di atas penting diketahui oleh guru dalam rangka merumuskan tujuan pembelajaran dan menyusun alat-alat penilaian, baik melalui tes maupun bukan tes.
4.      Contoh Penulisan Tujuan dengan Kata-kata Operasional
Tujuan pembelajaran biasanya diarahkan pada salah satu dari taksonomi. Di Indonesia khususnya, kita mengenal di dunia pendidikan menggunakan taksonomi Bloom. Dengan demikian, guru harus mampu menggunakan kata-kata operasionalnya dalam menilai hasil belajar siswa. Berikikut beberapa contoh penggunaan tujuan dengan kata-kata operasionalnya.

a)      Ranah Kognitif
No.
Ranah Kognitif
Contoh Operasional
1.
Pengetahuan (C1)
1.     Siswa dapat menyebutkan kembali bangun-bangun geometri yang berdimensi tiga.
2.     Siswa dapat menggambarkan satu buah segitiga sembarang.

2.
Pemahaman (C2)
1.     Siswa dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri tentang perbedaan bangun-bangun geometri yang berdimensi dua dan berdimensi tiga.
2.     Siswa dapat menerjemahkan arti kode-kode (berita morse) yang dikirim oleh kapal laut yang akan berlabuh.
                           
3.
Penerapan (C3)
1.    Siswa dapat menentukan salah satu sudut dari suatu segitiga jika diketahui sudut-sudut lainnya.
2.    Siswa dapat menghitung panjang sisi miring dari suatu segitiga siku-siku jika diketahui sisi lainnya.

4.
Analisis (C4)
1.    Siswa dapat mengolah data mentah melalui statistika, sehingga dapat diperoleh harga-harga range, interval kelas, panjang kelas, rata-rata dan standar devisiasinya.
2.    Siswa dapat menganalisis tingkat kedalam dan luas pembahasan diskusi yang mereka laksanakan.

5.
Sintesis (C5)
1.    Siswa dapat menyusun rencana belajar masing-masing sesuai dengan kebijakan yang berlaku di Sekolah.
2.    Siswa dapat mengemukakan formula baru dalam menyelesaikan suatu Masalah.

6.
Evaluasi (C6)
1.    Siswa dapat menilai unsur kepadatan isi, cakupan materi, kualitas analisis dan gaya bahasa yang dipakai oleh seorang penulis makalah tertentu.
2.    Siswa dapat menilai kualitas kemampuan pemikiran temannya berdasarkan kemampuan dirinya.

Hamzah dan Satria Koni (2012: 73-74)




b)     Ranah Afektif
No.
Ranah Afektif
Contoh Operasional
1.
Penerimaan (A1)
1.     Siswa dapat menyatakan setuju terhadap pendapat temannya.
2.     Siswa dapat mengikuti ajakan temannya untuk belajar bersama.

2.
Tanggapan (A2)
1.    Siswa bersedia menyelesaikan tugas terstruktur yang diberikan gurunya.
2.    Siswa sanggup meolong kesulitan yang dialami temannya.

3.
Berkeyakinan (A3)
1.    Siswa memutuskan untuk mengikuti studi tur yang diadakan sekolah.
2.    Siswa mengambil prakarsa untuk membersihkan kelas yang kotor.

4.
Pengorganisasian (A4)
1.    Siswa bersedia melengkapi kekurangan pada tugas yang diberikan oleh guru.
2.    Siswa sanggup menyesuaikan cara belajarnya dengan peraturan yang ada di sekolah.

5.
Tingkat Karkteristik/ Pembentukan Pola (A5)
1.    Siswa bersikap sopam santun dalam pergaulan dengan gurunya.
2.    Siswa mempersoalkan nilai yang diberikan oleh gurunya.

Hamzah dan Satria Koni (2012: 74-75)


c)      Ranah Psikomotorik
No.
Ranah Psikomotorik
Contoh Operasional
1.
Persepsi (P1)
1.    Siswa dapat menunjukkan obeng pipih dengan tepat setelah melihat demonstrasi guru praktik.
2.    Siswa dapat memilih baju yang pantas untuk dirinya.

2.
Kesiapan (P2)
1.    Siswa mempertunjukkan cara menggunakan keyboard komputer dengan tepat.
2.    Siswa mampu menanggapi pesan kesalahan di layar komputer.

3.
Respons Terbimbing (P3)
1.    Siswa dapat melepas disket dari diskdrive dengan tepat setelah melihat modul.
2.    Siswa dapat memasang kembali disket pada diskdrive setelah mendapat petunjuk instruktur.

4.
Gerakan Mekanism (P4)
1.    Siswa dapat membongkar karburator sepeda motor dengan tepat.
2.    Siswa dapat memasang kembali karburator sepeda motor pada dudukannya dengan tepat.

5.
Respons yang Kompleks (P5)
1.     Siswa dengan lancar dapat mendemonstrasikan cara mengatur format tampilan di layar komputer.
2.     Siswa dapat melakukan gerakan dasar tari dengan luwes.

6.
Penyesuaian dan Keaslian (P6)
1.    Siswa dapat membuat variasi tampilan storyboard pada komputer.
2.    Siswa dapat mengatur kembali posisi buku di perpustakaan berdasarkan kartu katalog.

Hamzah dan Satria Koni (2012: 75-76)
C.    PROGRAM TINDAK LANJUT DARI HASIL BELAJAR
1.      Belajar Tuntas
Hakikat belajar tuntas yaitu sistem belajar yang menginginkan sebagian besar peserta didik dapat menguasai tujuan pembelajaran secara tuntas Kunandar (2014: 324). Keberhasilan pembelajaran tuntas dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran.
Harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi siswa yang lambat agar menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, maka dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelajaran tuntas adalah penguasaan kompetensi berdasarkan kriteria tertentu, pendekatan yang bersifat sistematik, dan sistematis, pemberian bimbingan di mana di perlukan serta pemberian waktu yang cukup.
Sedangkan pembelajaran tuntas dalam Kurikulum 2013 adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal ini pemberian kebebesan belajar serta mengurangi kegagalan siswa dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditunjukkan pada sekelompok siswa (kelas), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa sedemikian rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual yaitu adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing siswa.
            Belajar tuntas dilandasi oleh dua asumsi. Pertama, teori yang mengatakan bahwa adanya hubungan antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial (bakat). Kedua, apabila pelajaran dilaksanakan dengan sistematis, maka semua siswa akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya. Oleh sebab itu, siswa harus mampu mendapat penguasaan penuh terhadap bahan yang disajikan.
a)      Indikator Guru Melaksanakan Pembelajaran Tuntas
1)      Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok. Pendekatan alternatif tambahan harus digunakan untuk mengakomodasi perbedaan gaya belajar siswa. Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan kelompok kecil, tutorial orang per orang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer.
2)      Peran Guru dalam Pembelajaran Tuntas
Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan siswa secara individual. Peran guru dalam pembelajaran tuntas adalah: (1) menjabarkan atau memecah KD ke dalam satuan-satuan (unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan-pengetahuan prasyaratnya, (2) menata indikator berdasarkan cakupan dan urutan unit, (3) menyajikan materi dalam bentuk yang bervariasi, (4) memonitor seluruh pekerjaan siswa, (5) menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi (kognitif, afektif, dan psikomotori), (6) menggunakan teknik diagnostik, dan (7) menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang mengalami kesulitan siswa.


3)      Peran Siswa dalam Pembelajaran Tuntas
Kurikulum 2013 sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran siswa sebagai subjek didik. Fokus program sekolah bukan pada guru dan yang akan dikerjakankan, melainkan siswa dan yang akan dikerjakannya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran tuntas, siswa lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, siswa diberikan kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensi. Kemajuan siswa sangat tertumpu pada usaha serta ketekunan siswa secara individual.
4)      Evaluasi dalam Pembelajaran Tuntas
Ketuntasan belajar ditetapkan dengan penilaian acauan patokan (criteria referenced) pada setiap kompetensi dasar. Asumsi dasarnya adalah: (1) bahwa semua siswa bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda-beda, (2) standar harus ditetapkan terlebih dahulu.
2.      Pembelajaran Remidial
Berdasarkan hasil ulangan harian atau formatif yang materinya terdiri dari satu atau lebih kompetensi dasar, makan dapat diperoleh nilai ulangan harian dalam dua kelompok yang dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebagai berikut: pertama, siswa yang nilai ulangannya di bawah KKM, yang berarti belum tuntas. Kedua, siswa yang nilai ulangan hariannya sama atau di atas KKM, yang berarti sudah tuntas. Siswa yang belum tuntas akan diberikan program remidial, sedangkan siswa yang sangat tuntas (jauh melampui KKM, misalnya 90 ke atas) akan diberikan program pengayaan.
Remidial diberikan kepada siswa yang belum mencapai KKM. Kegiatan remidial dapat berupa tatap muka dengan guru atau diberikan kesempatan untuk belajar sendiri, kemudian dilakukan penilaian dengan cara: menjawab pertanyaan, membuat rangkuman pelajaran, atau mengerjakan tugas mengumpulkan data. Waktu remidial diatur berdasarkan kesepakatan siswa dengan guru, dapat dilakukan diluar jam efektif. Untuk itu, guru perlu menyusun rancangan program remidial dan perangkat yang sesuai dengan kebutuhan serta menerapkan program remidial untuk siswa yang hasil belajarnya belum mencapai KKM.
a)      Pengertian Pembelajaran Remidial
Remidial berasal dari kata remidy (bahasa Inggris), artinya obat, memperbaiki atau menolong. Pembelajaran remidial adalah suatu pembelajaran yang bersifat mengobati, menyembuhkan dan membuatnya lebih baik bagi siswa yang hasil belajarnya masih di bawah standar telah ditetapkan oleh guru atau sekolah.
Latar belakang pembelajaran remidial adalah: (1) adanya perbedaan siswa dalam menangkap dan menyerap materi pembelajaran dan (2) adanya tuntutan belajar tuntas (mastery-learning), yaitu pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran.
Asumsi belajar tuntas adalah: (1) penyebaran tingkat penguasaan atau keberhasilan siswa mengikuti distribusi atau kurva normal, (2) bakat, pembawaan, minat, IQ, EQ, dan SQ menentukan keberhasilan siswa, dan (3) semua siswa akan dapat menguasai secara tuntas bahan pelajaran yang diberikan, asalkan kepada mereka diberikan waktu yang cukup dan pelayanan yang sesuai dan tepat.
b)     Tujuan dan Prinsip Pembelajaran Remidial
Tujuan pembelajaran remidial adalah: (1) siswa dapat memahami dirinya, khususnya prestasi belajarnya, dapat mengenal kelemahannya dalam mempelajari materi pelajaran dan juga kekuatannya, (2) siswa dapat memperbaiki atau mengubah cara belajar ke arah yang lebih baik, (3) siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat, (4) siswa dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang lebih baik, dan (5) siswa dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya, setelah ia mampu mengatasi hambatan-hambatan yang menjadi penyebab kesulitan belajarnya, dan dapat mengembangkan sikap serta kebiasaan yang baru dalam belajar.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pembelajaran tuntas adalah: (1) penyiapan pembelajaran: proses identifikasi kebutuhan siswa dan menyiapkan rencana pembelajaran agar efektif, (2) merancang berbagai kegiatan pembelajaran remidial untuk siswa dengan bervariasi, (3) merancang belajar bermakna, misalnya games, kuis dan sebagainya, (4) pemilihan pendekatan pembelajaran, (5) berikan arahan yang jelas untuk menghindari kebingungan siswa, (6) rumuskan gagasan utama sesuai dengan kesulitan yang dialami siswa, (7) meningkatkan keinginan belajar dan motivasi kepada siswa, (8) mendorong siswa berpartisipasi aktif dalam kelas, (9) mengfokuskan pada proses belajar, dan (10) memperhatikan kepedulian terhadap individu siswa.
c)      Langkah-langkah Pembelajaran Remidial
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kegiatan remidial adalah:
1)      Mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
2)      Analisis hasis diagnosis kesulitan belajar.
3)      Menentukan penyebab kesulitan.
4)      Menyusun rencana kegiatan remidial.
5)      Melaksanakan kegiatan remidial (perlakuan).
6)      Menilai kegiatan remidial (memberi tes)
Sedangkan model pembelajaran remidial yang dilakukan adalah:
1)      Model pembelajaran remidial di luar jam sekolah
2)      Model pembelajaran remidial pemisahan
3)      Model pembelajaran remidial tim


3.      Pembelajaran Pengayaan
Dalam rangka membantu siswa mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaan perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menentang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, dan kemandirian sesuai dnegan bakat, minar, dan perkembangan fisik secara psikologis siswa.
Untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut tidak jarang dijumpai adanya siswa yang memerlukan tantangan berlebih untuk mengoptimalkan perkembangan prakarsa, kreativitas, partisipasi, kemandirian, minat, bakaar, keterampilan fisik, dan sebagainya. Untuk mengantisipasi potensi lebih yang dimiliki siswa tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan dilakukan untuk memberi kesetaraan kesempatan bagi siswa yang belajar lebih cepat mendalami materi subjek pelajaran.
a)      Hakikat Pembelajaran Pengayaan
Secara umum dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan siswa yang melampui persyaratan minimal yang ditekankan oleh kurikulum dan tidak semua siswa dapat melakukannya. Program pengayaan adalah program pembelajaran yang diberikan kepada siswa yang belajar lebih cepat. Hal ini dilaksanakan berdasarkan suatu keyakinan bahwa belajar merupakan suatu proses yang terus terjadi (on going process) dan belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan (fun) dan sekaligus menantang (challenging).
Ada dua model pembelajaran bagi siswa yang memerlukan pembelajaran pengayaan. Pertama, siswa berkemampuan belajar lebih cepat diberi kesempatan memberikan pelajaran tambahan kepada siswa yang lambat belajar. Kedua, pembelajaran yang memberikan suatu proyek khusus yang dapat dilakukan dalam kurikulum ekstrakurikuler dan dipresentasikan di depan rekan-rekannya.
      Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada siswa yang memiliki kecerdasasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.
b)     Jenis Pembelajaran Pengayaan
Ada tiga jenis pembelajaran pengayaan yaitu:
1)      Kegiatan eksploratori
Kegiatan ini bersifat umum yang dirancang untuk disajikan kepada siswa. Sajian dimaksud berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh masyarakat, dan lain sebagainya yang secara reguler tidak tercakup dalam kurikulum
2)      Keterampilan Proses
Pada kegiatan ini diperlukan oleh siswa agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri.
3)      Pemecahan Masalah
Kegiatan ini diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.
4.      Laporan Hasil Belajar Siswa
a)      Cakupun Laporan Hasil Belajar Siswa
Laporan kemajuan hasil belajar siswa dibuat sebagai pertanggungjawaban lembaga sekolah kepada orang tua/ wali siswa, komite sekolah, masyarakat, dan instansi terkait lainnya. Laporan tersebut merupakan sarana komunikasi dan kerja sama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat yang bermanfaat baik bagi kemajuan belajar siswa maupun pengembangan sekolah
      Pelaporan hasil belajar siswa mempunyai beberapa aspek yang harus ada di dalamnya, pelaporan hasil belajar siswa mempunyai tiga aspek yaitu:
a)      Rincian hasil belajar siswa berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
b)      Informasi yang jelas, komprehensif, dan akurat tentang perkembangan siswa.
c)      Bahan informasi kepada orang tua tentang perkembangan hasil belajar anaknya.
b)     Bentuk Laporan Hasil Belajar Siswa
Laporan kemajuan belajar siswa disajikan dalam data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif disajikan dalam angka (skor), dan data kualitatif disajikan dalam bentuk deskripsi. Laporan hasil belajar berupa data kompetensi siswa yang dibuat oleh guru dan wali kelas. Data yang dibuat guru berupa daftar nilai dalam bentuk buku dan lembaran yang menggambarkan seluruh kompetensi mata pelajaran tertentu Kunandar (2014: 343). Data yang disajikan dalam bentuk angka dan deskripsi setiap kompetensi inti (KI) sebagai laporan kepada orang tua melalui satuan pendidikan.
Bentuk pelaporan dapat berupa lembaran, buku, dan buku yang disertai lembaran. Laporan dalam bentuk lembaran hendaknya memuat seluruh informasi tentang kemajuan siswa secara menyatu.
c)      Isi Laporan Hasil Belajar Siswa
Laporan hasil belajar memuat infromasi sebagai berikut yaitu:
1)      Identitas siswa;
2)      Perkembangan siswa secara akademik, fisik, sosial emosional, dan ketakwaan menurut agamanya;
3)      Potensi siswa yang perlu dikembangkan;
4)      Partisipasi siswa dalam kegiatan di sekolah;
5)      Rekomendasi bagi siswa dan orang tua/ wali;
6)      Tanda tangan wali kelas, kepala sekolah, dan orang tua/ wali siswa.
d)     Rekap Nilai
Rekapitulasi nilai merupakan rekap kemajuan belajar siswa oleh guru, yang berisi informasi tentang pencapaian kompetensi siswa untuk setiap KD, dalam kurun waktu satu semester. Tahapan pencapaian kompetensi siswa dalam rekapitulasi nilai ini meliputi nilai KD, nilai-nilai remidial serta nilai pengayaan. Nilai setiap KD diperoleh dari nilai proses dan nilai akhir.

e)      Raport
Raport adalah laporan kemajuan belajar siswa dalam kurun waktu satu semester. Raport berisi informasi tentang pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Masing-masing sekolah boleh menetapkan sendiri model raport yang dikehendaki. Nilai raport adalah nilai mata pelajaran yang menggambarkan kemampuan siswa Kunandar (2014: 344).
Nilai raport tersebut diperoleh dengan cara menggabungkan nilai proses (nilai harian, tugas, pengamatan, dan sebagainya) dan nilai Ulangan Tengah Semester (UTS), Ulangan Akhir Semester atau Ulangan Kenaikan Kelas (UKK). Bobot nilai proses tidak lebih kecil dari nilai akhri.








BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pengukuran, penilaian, dan asesmen dalam menentukan hasil belajar perlu dilakukan.pengukuran adalah pengumpulan fakta-fakta kuantitatif untuk membandingkan beberapa objek dengan standar yang telah disesuaikan dengan objek yang di ukur. Dibidang pendidikan pengukuran berarti mengukur karakteristik dan kemampuan siswa. Pengukurandilakukan secara sistematis dan menggunakan alat ukur yang baku.Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh beragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau informasi tentang ketercapaian kompetensi siswa. Oleh karena itu, penilaian berfungsi membantu guru untuk merencanakan kurikulum dan pengajaran, di dalam proses belajar mengajar, kegiatan penilaian membutuhkan informasi dari setiap individu atau kelompok siswa serta guru. Guru dapat melakukan penilaian dengan cara mengumpulkan catatan yang diperoleh melalui ujian, produk, observasi, portofolio, unjuk kerja, serta data hasil wawancara.assesment dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa, baik yang menyangkut kurikulum, program-program pembelajaran, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah. Assesment secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pengukuran dan non pengukuran untuk memperoleh data karakteristik siswa dengan aturan tertentu.
Harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi siswa yang lambat agar menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, maka dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelajaran tuntas adalah penguasaan kompetensi berdasarkan kriteria tertentu, pendekatan yang bersifat sistematik, dan sistematis, pemberian bimbingan di mana di perlukan serta pemberian waktu yang cukup.Siswa yang belum tuntas akan diberikan program remidial, sedangkan siswa yang sangat tuntas (jauh melampui KKM, misalnya 90 ke atas) akan diberikan program pengayaan.

B.     SARAN
Sebaiknya sumber kesalahan dalam penilaian dapat dihindari agar nilai yang dihasilkan adalah nilai yang orisinilitas dan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Guru sebaiknya dalam penilain mempertahikan hal sebagai berikut :
1.      Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik.
2.      Kesalahan pada waktu melakukan penilaian karena faktor subjektif penilai telah mempengaruhi hasil pengukuran
3.      Kecenderungan dari penilai untuk memberikan nilai secara murah atau mahal.
4.      Kesalahan pada waktu melakukan penilaian karena faktor subjektif penilai telah mempengaruhi hasil pengukuran
5.      Kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan menjumlah angka-angka hasil penilaian.








DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
------------------------. 2015. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Buchori. 2008. Teknik-teknik Evaluasidan Penilaian. Bandung: Jemmars.
Cangolesi, James S. (1995). Merancang tes untuk menilai prestasi siswa. Bandung: ITB.
Harjidipuro, Siswoyo. 2004. Pelajaran dari Penampilan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamzah. 2006.  Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamzah, dan Satria Koni. 2012. Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hartini, Sri. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Solo: Qinant.
Hopkins, Charles d. & Richard L. antes. (1990). Classroom measurement and evaluation. F.E.peacock.
Ign. Masidjo .(1995). Penilaian pencapaian hasil belajar siswa di sekolah. Jakarta: kanisius.
Krathwol, David R.,  dan Lorin W. Anderson. 2010. Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kunandar. 2014. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
Berdasarkan Kurikulum 2013). Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Purwanto. 2013. Evaluasi Hasil Belajar.Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Purwanti, endang. (2008). Assesement pembelajaran SD. Direktoral jendral pendidikan tinggi. Departemen pendidikan nasional
Rasyid, Harun dan Mansur. 2009. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana
Prima.
Sarwiji, Suwandi. 2010. Model Assesmen Pembelajaran. Surakarta: Yumas
Pustaka.
Sudjana, Nana. 2013. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda
Karya.

Suprananto. 2012.  Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Surapranata, Sumarna. 2007. Panduan Penilaian Tes Tertulis. Jakarta: PT.
Remaja Rosda Karya.
Thoha, Habib. 2004. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafinfo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar