PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN ASSESMENT
PEMBELAJARAN
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penilaian Pendidikan Dasar
Dosen
pengampu: Dr. Murtono, M.Pd.
Disusun
oleh:
Kelompok 1
1.
Nanik
Istika Wati (2015-03-006)
2.
Rynaldi
Setya Rachim (2015-03-009)
3.
Mulyo
Prayitno (2015-03-012)
4.
Iin
Rahmawati (2015-03-020)
MAGISTER PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari
sebenarnya kita sering membuat suatu kegiatan evaluasi dan selalu menggunakan
prinsip mengukurdan menilai. Namun, banyak orang belum memahami secara tepat
arti kata evaluasi, pengukuran, dan penilaian bahkan masih banyak orang yang
lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut dengan suatu pengertian yang
sama.
Bagi sebagian besar pendidik, istilah pengukuran,
penilaian dan evaluasi adalah istilah yang sering digunakan dalam menjalankan
tugasnya sebagai pengajar. Menentukan hasil pembelajaran diupayakan untuk
berlaku objektif, adil dan menyeluruh. Oleh karena itu penggunaan alat ukur
yang handal dan terpercaya mutlak untuk dilaksanakan dengan cara-cara yang
tepat.
Dalam melakukan evaluasi terhadap subjek dan sasaran
evaluasi, dimana subjek evaluasi merupakan orang yang melakukan pekerjaan
evaluasi yang ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan yang
berlaku. Sedangkan sasaran evaluasi merupakan segala sesuatu yang menjadi titik
pusat pengamatan karena penilaian menginginkan informasi tentang sesuatu
tersebut. Semuanya itu sebagai suatu kesatuan yang akan menentukan kualitas
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, pendidik dan peserta didik
masing-masing mensukseskan tugas utama.
Secara umum orang hanya mengidentikan kegiatan
evaluasi sama dengan menilai, karena aktifitas mengukur biasanya sudah termasuk
didalamnya. Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat
hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama
lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.
A.
LATAR
BELAKANG
Pendidikan
adalah proses yang bersifat terencana dan sistematik, karena itu perencanaannya
disusun secara lengkap, dengan pengertian dapat dipahami dan dilakukan oleh
orang lain dan tidak menimbulkan penafsiran ganda. Sistem pembelajaran yang
baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini
dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Antara pengukuran, penilaian, evaluasi
saling berkaitan dalam pencapaian kualitas pembelajaran. Oleh karena itu perlu
pembahasan lebih lanjut mengenai konsep dasar pengukuran dan penilaian.
Setiap
orang pada saat-saat tertentu harus membuat keputusan pendidikan, yaitu
keputusan yang berkaitan dengan soal pendidikan, baik yang menyangkut
diri sendiri ataupun orang lain. Keputusan-keputusan semacam ini
dapat mempunyai ruang lingkup yang besar, seperti misalnya keputusan seorang
Menteri Pendidikan dan kebudayaan tentang penerapan sistem baru dalam
penyelenggaraan pendidikan, atau keputusan seorang Rektor tentang nilai batas
lulus calon-calon mahasiswa, dapat pula mempunyai ruang lingkup yang kecil,
seperti misalnya keputusan seorang ibu tentang perlu atau tidaknya mengharuskan
anaknya belajar secara tetap setiap malam atau putusan seorang mahasiswa
mengenai mata kuliah pilihan mana yang akan diambilnya pada suatu semester.
Untuk
dapat dicapainya keputusan yang baik diperlukan informasi yang lengkap dan
tepat. Informasi semacam ini akan diperoleh melalui pengukuran dan penilaian
pendidikan. Pengumpulan, pengolahan, pengaturan dan penyajian informasi
pendidikan melalui pengukuran dan perlilaian menjadi tugas dan tanggung jawab
para pendidikan.
Memang
tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan
evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan
pengukuran dan penilaian. Hal ini dapat dilihat mulai dari berpakaian, setelah
berpakaian kemudian dihadapkan ke kaca apakah penampilannya sudah baik atau
belum.
Dari
kalimat tersebut kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu: evaluasi,
pengukuran, dan penilaian. Sementara orang cenderung lebih mengartikan ketiga
kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama sehingga dalam pemakaiannya
tergantung dari kata mana yang siap diucapkannya.
Dalam
setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses
pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik atau tidak baik, bermanfaat,
atau tidak bermanfaat, dll. Apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai
hasil yang baik, pendidik tentu dapat dikatakan berhasil dalam proses
pembelajaran dan demikian sebaliknya.
Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh
pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi yang
dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar dan evaluasi
pembelajaran. Dalam makalah ini penyusunakan membahas tentang pengertian
dari pengukuran, penilaian dan evaluasi, peranan penilaian dalam pembelajaran,
penilaian yang otentik, macam-macam skala pengukuran, dan hubungan antara tes,
pengukuran, penilaian dan evaluasi.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apakah
pengertian pengukuran, penilaian dan asessement?
2.
Bagaimanakah
hasil belajar sebagai objek penilaian?
C.
TUJUAN
1.
Menjelaskan
pengertian pengukuran, penilaian dan assessment
2.
Menjelaskan
hasil belajar sebagai objek penilaian
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN ASESMEN
Pendidikan merupakan sebuah
program yang melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama sebuah proses untuk
mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai sebuah program, pendidikan merupakan
aktivitas sadar dan sengaja yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Untuk
mengetahui apakah penyelenggaraan program dapat mencapai tujuannya secara
efektif dan efisen, maka perlu melakukan pengukuran, penilaian, dan asesmen
dalam pembelajaran.
Pengukuran, penilaian, dan
asesmen dalam menentukan hasil belajar perlu dilakukan. Untuk itu, perlu
diketahui perbedaan dari ke tiga hal tersebut.
1.
Pengukuran
Setiap kegiatan pembelajaran
membutuhkan pengukuran apabila dikehendaki untuk mengetahui apakah kegiatan
berjalan sebagaimana yang diharapkan. pengambilan keputusan berdasarkan hasil
pengukuran dan kriteria. Hartini (2011: 1) menyatakan pengukuran (measurement)
yaitu proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu
tingkatan dimana siswa telah mencapai karakteristik tertentu. Sedangkan Purwanto
(2013: 2) juga menyatakan pengukuran yaitu membandingkan sesuatu yang diukur dengan alat ukurnya dan kemudian menerapkan
angka menurut sistem aturan tertentu.
Suprananto (2012: 16) menyatakan
perihal tentang pengukuran (measurement) merupakan cabang ilmu
statistika terapan yang bertujuan untuk membangun dasar-dasar pengembangan tes
yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal,
valid, dan reliabel. Pengukuran juga didefinisikan sebagai sekumpulan aturan
atau prosedur dalam kauntitatif terhadap atribut yang dapat mewakili obejk,
sifat atau karakteristik tertentu.
Beberapa karakteristik pengukuran
meliputi:
a)
Perbandingan
antara atribut yang diukur dengan alat ukurnya,
b)
Hasil
pengukuran bersifat kuantitatif atau berupa angka, dan
c)
Hasil
pengukuran bersifat deskriptif.
Endang
purwanti (2008: 4) mengartikan pengukuran sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan
untuk memberikan angka-angka pada gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga
hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
Hopkins
dan antes (1990) mengartikan pengukuran sebagai suatu proses yang menghasilkan
gambaran berupa angka-angka berdasarkan hasil pengamatan mengenai beberapa ciri
tentang suatu objek, orang atau peristiwa.
Cangelosi
(1995:21) menyatakan bahwa pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui
pengamatan empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan
dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa
dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja
mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indra mereka seperti
melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan.
Ign.
Masidjo (1995: 14) juga mengemukakan bahwa pengukuran adalah suatu kegiatan
menentukan kuantitas suatu objek melalui aturan-aturan tertentu sehingga
kuantitas yang diperoleh benar-benar mewakili sifat dari suatu objek yang
dimaksud.
Dari
beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah
pengumpulan fakta-fakta kuantitatif untuk membandingkan beberapa objek dengan
standar yang telah disesuaikan dengan objek yang di ukur. Dibidang pendidikan
pengukuran berarti mengukur karakteristik dan kemampuan siswa.
Pengukurandilakukan secara sistematis dan menggunakan alat ukur yang baku.
Selain itu, pengukuran juga dapat
diartikan sebagai proses menentukan angka untuk individu atau menentukan
karakteristik individu dengan alat ukur (tes) yang hasilnya berupa daa
kuantitatif. Untuk menaksir hasil belajar siswa guru perlu melakukan pengukuran
dengan membaca apa yang dilakukan siswa (misalnya mengamati kinerja siswa,
mendengarkan apa yang dikatakan), kemudian hasil dari pengukuran diambil
keputusan tentang kondisi siswa
misalnya dinaikkan, diluluskan dan sebagainya. Pengukuran tersbut biasanya
menggunakan skor kuantitatif.
2.
Penilaian
Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh beragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar
siswa atau informasi tentang ketercapaian kompetensi siswa. Oleh karena itu,
penilaian berfungsi membantu guru untuk merencanakan kurikulum dan pengajaran,
di dalam proses belajar mengajar, kegiatan penilaian membutuhkan informasi dari
setiap individu atau kelompok siswa serta guru. Guru dapat melakukan penilaian
dengan cara mengumpulkan catatan yang diperoleh melalui ujian, produk,
observasi, portofolio, unjuk kerja, serta data hasil wawancara.
Sedangkan Surapranata (2004) menyatakan bahwa penilaian adalah suatu
pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang
atau sesuatu. Pengertian penilaian berhubungan erat dengan setiap bagian dari
kegiatan belajar mengajar. Ini menunjukkan bahwa proses penilaian tidak hanya
menyangkut hasil belajar saja tetapi juga mencakup karakteristik metode
mengajar, kurikulum, fasilitas dan administrasi sekolah. Selain itu Rasyid dan
Mansur (2009: 84) juga menyatakan prihal penilaian belajar mempunyai makna cara
untuk memberikan informasi dan melibatkan pelajar sendiri dalam proses
penilaian. Guru bertanggung jawab dengan memegang prinsip penilaian dan
melakukan proses bagaimana mereka dapat menilai hanya jumlah pembelajaran yang
telah terjadi, tapi memungkinkan siswa belajar lebih efektif melalui bermain
dan berperan aktif.
Selain itu Purwanto (2013: 3) juga menyatakan mengenai pengertian penilaian
yaitu pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria tertentu.
Instrumen penilaian bisa berupa metode atau prosedur formal maupun informal,
untuk menghasilkan informasi belajar siswa. Peoses penilaian dapat berbentuk
tes tertulis maupun lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah.
Penilaian juga dapat diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil
pengukuran.
a.
Tujuan Penilaian
Arikunto (2015) menyatakan bahwa tujuan penilaian ditinjau dari berbagai
segi sistem pendidikan, yaitu:
1)
Penilaian Berfungsi
Selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan
seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai
berbagai tujuan, antara lain:
a)
Untuk memilih
siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
b)
Untuk memilih
siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya.
c)
Untuk memilih
siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
d)
Untuk memilih
siswa yang berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.
2)
Penilaian Berfungsi
Diagnosis
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan,
maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disamping
itu, diketahui pula penyebabnya. Jadi, dengan mengadakan penilaian, sebenarnya
guru melakukan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan
diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah mencari cara untuk
mengatasinya.
3)
Penilaian
berfungsi sebagai penempatan
Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di negara barat adalah sistem
belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan caramempelajari
sebuahpaket belajar, baik ituberbentuk modul maupun paket belajar yang lain.
Sebagai alasan dari timbulnya sistem ini adalah timbulnya pengakuan yang besar
terhadap kemampuan individu. Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakat
sendiri-sendiri. Sehingga, pelajara akan lebih efektif apabila disesuaikan
dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana
dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sulit
dilaksanakan.
Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan adalah pengajaran
secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang
siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian. Sekelompok siswa yang
mempunyai hasil penilaian yang sama akan berada dalam kelompok yang sama dalam
belajar.
4)
Penilaian
Berfungsi sebagai Pengukuran Keberhasilan
Fungsi penilaian ini untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil
diterapkan. Telah disinggung pada bagian sebelumnya keberhasilan program
ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum,
sarana, dan sistem administrasi.
b.
Ciri-ciri
Penilaian dalam Pendidikan
Apakah sebenarnya kepandaian itu? Seorang yang pandai matematika, tidak
dapat dengan mudah dibedakan dari siswa lainnya, hanya dengan melihat anak
tersebut. Kita tidak dapat melihat siswa pandai atau siswa kurang pandai. Kepandaian
itu tidak dapat disaksikan dari luar.
Untuk dapat menentukan siswa mana yang lebih pandai dari yang lain, maka
bukan kepandaiannya yang diukur. Kita dapat mengukur kepandaian melalui gejala
yang tampak atau memancar dari kepandaiannya. Salah satu contohnya adalah bahwa
anak yang pandai biasanya dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh
guru.
Ciri-ciri penilaian dalam pendidikan antara lain sebagai berikut:
1)
Ciri pertama
Yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak langsung. Misalnya akan
mengukur kepandaian melalui ukuran kemampuan menyelesaikan soal-soal. Anak yang
pandai biasanya mempunyai ciri:
a)
Kemampuan untuk
bekerja dengan bilangan
b)
Kemampuan untuk
menggunakan bahasa dengan baik
c)
Kemampuan untuk
menangkap sesuatu yang baru (cepat mengikuti pembicaraan orang lain)
d)
Kemampuan untuk
mengingat-ingat
e)
Kemampuan untuk
berfantasi.
Dalam kenyataannya ada orang yang memiliki kemampuan rata-rata tinggi,
rata-rata rendah, dan ada yang memiliki kemampuan khusus tinggi. Misalnya
kemampuan rata-rata rendah, tetapi kemampuan berfantasi tinggi dan menjadi
seniman ulung.
2)
Ciri Kedua
Yaitu penggunaan ukuran kuantitatif yang artinya menggunakan simbol
bilangan sebagai hasil pertama pengukuran. Setelah itu diinterprestasikan ke
bentuk kualitatif. Misalnya dari hasil pengukuran, Tya mempunyai IQ 125,
sedangkan IQ Tini 105. Dengan demikian, maka Tya dapat digolongkan sebagai anak
yang sangat pandai, sedangkan Tini sebagai anak normal.
3)
Ciri Ketiga
Yaitu penilaian pendidikan menggunakan, unit-unit atau satuan yang tetap
karena IQ 105 termasuk anak normal. Anak lain yang hasil pengukuran Iqnya 80,
menurut unit pengukurannya termasuk anak dungu.
4)
Cara keempat
Yaitu bersifat relatif. Artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dari
satu waktu ke waktu yang lain.
5)
Ciri kelima
Yaitu dalam penilaian pendidikan itu sering terjadi kesalahan-kesalahan.
Adapun sumber kesalahan dapat ditinjau dari berbagai faktor yaitu:
i.
Terletak pada
alat ukurnya
Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik. Sebagai contoh, kita akan
mengukur panjang meja tetapi menggunakan pita ukuran yang terbuat dari bahan
elastis, dan cara mengukurnya ditarik-tarik. Tentu saja pita ukuran itu tidak
dapat kita golongkan sebagai alat ukur yang baik. Karena gambaran tentang
panjangnya meja tidak dapet diketahui dengan pasti.
ii.
Terletak pada
orang yang melakukan penilaian
Hal ini dapat berupa:
a.
Kesalahan pada
waktu melakukan penilaian karena faktor subjektif penilai telah mempengaruhi
hasil pengukuran. Tulisan yang jelek dan tidak jelas, mau tidak mau
mempengaruhi subjektifitas penilai. Jika pada waktu mengerjakan koreksi,
penilai itu sendiri sedang risau. Itulah sebabnya pendidik harus sejauh mungkin
dari hal tersebut.
b.
Kecenderungan
dari penilai untuk memberikan nilai secara murah atau mahal. Ada guru yang memberi nilai 2 untuk siswa yang menjawab salahhh dengan alasan
untuk reward menulis. Tetapi ada yang memberikan nilai 0 untuk jawaban yang
serupa.
c.
Adanya Hallo-Effect
yaitu adanya kesan penilai terhadap siswa. Kesan itu berasal dari guru lain
maupun daru guru itu sendiri pada kesempatan memegang mata pelajarn itu.
d.
Adanya pengaruh
hasil yang telah diperoleh terdahulu. Seorang siswa pada ulangan pertama
mendapat nilai 100 sebanyak dua kali. Untuk ulangan ketiga dan seterusnya, guru
sudah terkena pengaruh ingin memberi angka lebih banyak dari yang sebenarnya. Walaupun seandainya
pada waktu ulangan tersebut ia sedang mengalami nasib kurang baik, yakni salah
mengerjakan.
e.
Kesalahan yang
disebabkan oleh kekeliruan menjumlah angka-angka hasil penilaian.
iii.
Terletak pada
anak yang dinilai
a)
Siswa adalah
manusia yang berperasaan dan bersuasana hati. Suasana hati seseorang akan
sangat berpengaruh terhadap hasil penilaian. Misalnya, suasana hati yang kalut,
sedih, atau tertekan, akan memberikan hasil kurang memuaskan. Sedang suasana
hati gembira dan cerah akan memberikan hasil yang baik.
b)
Keadaan fisik ketika
siswa sedang dinilai. Kepala pusing, perut sakit, atau karena sakit gigi, tentu
saja akan mempengaruhi cara siswa memecahkan persoalan. Pikirannya sangat sukar
untuk konsentrasi.
c)
Nasib siswa
kadang-kadang mempunyai peranan terhadap hasil penilaian. Tanpa adanya sesuatu
sebab fisik maupun psikis, ada kalanya seperti ada gangguan terhadap kelancaran
mengerjakan soal-soal.
iv.
Terletak pada
situasi dimana penilaian berlangsung
a.
Suasana yang
gaduh, baik di dalam maupun di luar ruangan, akan mengganggu konsentrasi siswa.
b.
Pengawasan
dalam penilaian. Tidak menjadi rahasia lagi bahwa pengawasan yang terlalu ketat
tidak akan disenangi oleh siswa yang suka melihat ke kanan dan ke kiri. Namun
ada kalanya keadaan sebaliknya, yaitu pengawasan yang longgar justru membuat
jengkel bagi siswa yang mau disiplin dan percaya pada diri sendiri.
3.
Assesment
Assesment merupakan istilah umum
yang didefinisikan sebagai sebuah proses yang ditempuh untuk mendapatkan
informasi yang digunakan dalam rangka membuat keputusan-keputusan mengenai para
siswa, kurikulum, program-program, dan kebijakan pendidikan, metode atau
instumen pendidikan lainnya oleh suatu badan, lembaga, organisasi atau
institusi resmi yang menyelenggarakan suatu aktivitas tertentu Hamzah dan Satria
(2012: 1)
Selain itu, Hamzah (2006) juga
menyatakan mengenai assesmen dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya
formal pengumpulan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel penting
pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru untuk
memperbaiki proses dan hasil belajar siswa. Assesment sering pula disebut
sebagai salah satu bentuk penilaian, sedangkan penilaian merupakan salah satu
komponen dalam evaluasi. Ruang lingkup
assesment sangat luas dibandingkan dengan evaluasi. Tindakan suatu pengukuran
yang bersifat kuantitatif dan penilaian bersifat kualitatif adalah merupakan
bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari assesment.
Secara umum, assesment dapat
diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang
dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa, baik yang
menyangkut kurikulum, program-program pembelajaran, iklim sekolah maupun
kebijakan-kebijakan sekolah. Assesment secara sederhana dapat diartikan sebagai
proses pengukuran dan non pengukuran untuk memperoleh data karakteristik siswa
dengan aturan tertentu.
a.
Tujuan dan
Fungsi Assesment
Buchori (2008: 6-7) menyatakan
dalam pendidikan orang mengadakan evaluasi untuk memenuhi dua tujuan, yaitu:
(1) untuk mengetahui kemajuan anak atau murid setelah murid tersebut menyadari
pendidikan selama jangka waktu tertentu, dan (2) untuk mengetahui tingkat
efisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan pendidikan selama jangka
waktu tertentu. Sedangkan Arikunto (2006: 9-11) juga menyatakan bahwa tujuan
atau fungsi evaluasi ada beberapa hal, yaitu: (1) penilaian berfungsi selektif,
(2) penilaian berfungsi diagnostik, (3) penilaian berfungsi sebagai penempatan,
(4) penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.
Berdasarkan pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa penilaian sebagai suatu tindakan atau proses
setidak-tidaknya memiliki tiga fungsi, yaitu (1) mengukur kemajuan, (2)
menunjang penyusunan rencana, (3) memperbaiki atau melakukan penyempurnaan
kembali. Sedangkan Thoha (2004: 10-11) menyatakan bahwa fungsi evaluasi
pendidikan bila dilihat dari kepentingan masing-masing pihak mempunyai lima
fungsi, yaitu fungsi (1) bagi guru, (2) bagi murid, (3) bagi sekolah, (4) bagi
orang tua, (5) bagi masyarakat.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa fungsi
penilaian bagi guru adalah untuk (1) mengetahui kemajuan belajar siswa, (2)
mengetahui kedudukan masing-masing siswa secara individu, (3) mengetahui
kelemahan-kelemahan cara belajar mengajar, (4) memperbaiki proses belajar-mengajar,
dan (5) menentukan kelulusan siswa. Sedangkan fungsi penilaian bagi siswa
yaitu: (1) mengetahui kemampuan dan hasil belajar, (2) memperbaiki cara
belajar, (3) menumbuhkan motivasi dalam belajar. Serta fungsi bagi sekolah
yaitu: (1) mengukur mutu hasil pendidikan, (2) mengetahui kemajuan dan
kemunduran sekolah, (3) membuat keputusan kepada siswa, (4) mengadakan
perbaikan kurikulum.
Adapun fungsi penilaian bagi
orang tua siswa yaitu: (1) mengetahui hasil belajar anaknya, (2) meningkatkan
pengawasan dan bimbingan serta bantuan kepada anaknya dalam usaha belajar, dan
(3) mengarahkan pemilihan jurusan atau jenis sekolah pendidikan lanjutan bagi
anaknya. Sedangkan fungsi penilaian pendidikan bagi masyarakat, yaitu: (1)
mengetahui kemajuan sekolah tersebut, (2) ikut berpartisipasi mengadakan kritik
dan saran yang membangun bagi kurikulum pendidikan pada sekolah tersebut, dan
(3) lebih meningkatkan partisipasi masyarakat dalam usahanya membantu lembaga
pendidikan.
Ketika guru akan menilai siswa,
artinya guru tersebut mengumpulkan informasi untuk membantu menentukan
target-target belajar yang telah diperoleh siswa. Sebagian besar teknik-teknik
penilaian bisa digunakan unttuk mengumpulkan informasi ini. Teknik-tenik
penilaian tersebut termasuk pengamatan-pengamatan formal dan infromal siswa,
penampilan siswa dalam sehari-hari, analisis catatan siswa dan lain sebainya.
Standar untuktugas-tugas sebelumnya harus ditetapkan secara jelas, termasuk
juga identifikasi prestasi yang harus didemonstrasikan dan standar kualitas
yang ditetapkan. Demikian pula kriteria penilaian dari tiap-tiap penampilan
siswa yang akan diamati harus sudah dimengerti dan disepakati bersama. Melalui
cara tersebut, assesment dapat dirasakan lebih terbuka dan adil bagi semua
siswa. Siswa mempunyai acuan yang jelas dalam mengerjakan tugas dari guru.
Ada beberapa komponen yang harus
diperhatikan dalam menerapkan assesment terhadap penampilan siswa, yang telah
diungkapkan oleh Harjidipuro (2004: 2) antara lain yaitu:
1)
Tugas-tugas
yang diberikan hendaknya menginformasikan tentang penggunaan pengetahuan dan
proses yang telah mereka pelajari;
2)
Format
observasi mengidentifikasi aspek-aspek yang dimati;
3)
Seperangkat
deskripsidari proses yang digunakan sebagai dasar untuk menilai keseluruhan penampilan
siswa;
4)
Contoh yang
baik sebagai model dan penampilan yang harus ditiru siswa.
Assesment selalu memegang peranan
penting dalam segala bentuk pengajaran yang efektif melalui proses evaluasi.
Setelah diadakan evaluasi diharapkan akan diperoleh balikan atau feedback
yang dipakai untuk memperbaiki dan merevisi bahan atau metode pengajaran, atau
untuk menyesuaikan bahan dengan perkembangan kemampuan siswa. Salah satu
kegunaan assesment adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan sebelumnya.
b.
Objek dalam
Assesment
Arikunto (2006: 18-20) menyatakan
bahwa objek penilaian meliputi tiga segi yaitu: (1) input, (2) transformasi,
(3) output. Hal ini mempunyai arti bahwa Input (siswa) dianggap
sebagai bahan mentah yang akan diolah. Transformasi dianggap sebagai
dapur tempat mengolah bahan mentah, dan output dianggap sebagai hasil
pengolahan yang dilakukan di dapur dan siap untuk dipakai.
Setelah memilih objek yang akan
dievaluasi, maka harus ditentukan aspek-aspek apa saja dari objek tersebut yang
akan dievaluasi. Dilihat dari input diatas, maka objek dari evaluasi pendidikan
meliputi tiga aspek, yaitu: (1) aspek kemampuan, (2) aspek kepribadian, (3)
aspek sikap. Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian antara
lain: (1) kurikulum/ materi, (2) metode dan cara penilaian, (3) sarana
pendidikan/ media, (4) sistem administrasi, (5) guru dan personal lainnya.
c.
Macam-macam
Assesment
1.
Penilaian diri
(self assesment)
a)
Pengertian
penilaian diri (self assesment)
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta
untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu Suwandi
(2010: 114). Penilaian diri dapat mengukur kemampuan siswa dari ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
1.
Penilaian
kompetensi kognitif di kelas
Misalnya: siswa diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan
keterampilan berpikirnya sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran
tertentu. Penilaian diri siswa didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
2.
Penilaian
kompetensi afektif
Misalnya, siswa dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan
perasaannya terhadap suatu objek tertentu. Selanjutnya, siswa diminta untuk
melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
3.
Penilaian
kompetensi psikomotorik
Siswa diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah di
kuasainya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan sebelumnya.
Penggunaan
teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian
seseorang. Kelebihan penggunaan teknik ini meliputi beberapa hal, yaitu:
1.
Dapat
menumbuhkan rasa percaya diri siswa, karena mereka diberik kepercayaan untuk
menilai dirinya sendiri;
2.
Siswa menyadari
kekuatan dan kelemahan dirinya, karenaketika mereka melakukan penilaian harus
melakukan instropeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya;
3.
Dapat
mendorong, membiasakan, serta melatih siswa untuk berbuat jujur, karena mereka
dituntut untuk jujur dan objektif dalam melakukan penilaian.
Demikianlah,
keunggulan dari penggunaan teknik penilaian diri (self assesment) yang
tetntunya bermanfaat bagi guru, dan yang paling utama adalah bagi siswa itu
sendiri.
b)
Teknik
penilaian diri (self assesment)
Teknik
penilaian diri dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas dan objektif. Oleh
karena itu, penilaian diri oleh siswa di kelas perlu dilakukan melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Menentukan
kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai;
2.
Menentukan
kriteria penilaian yang akan digunakan;
3.
Merumuskan
format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau skala
penilaian;
4.
Meminta peserta
didik untuk melakukan penilaian diri;
5.
Guru mengkaji
sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong peserta didik supaya
senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif;
6.
Menyampaikan
umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil kajian terhadap sampel hasil
peniliaian yang diambil secara acak Suwandi (2010: 115).
c)
Langkah-langkah
pelaksanaan penilaian
Penetapan
indikator pencapaian hasil belajar perlu dilakukan, karena indikator merupakan
ukuran, karakteristik, ciri-ciri, pembuatan atau proses yang berkontribusi/
menunjukkan ketercapaian suatu kompetensi dasar. Indikator dirumuskan dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, seperti:
mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan, menceritakan kembali,
mempraktekkan, mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan.
Indikator
pencapaian hasil belajar dikembangkan oleh guru dengan memperhatikan
perkembangan dan kemampuan setiap siswa. Setiap kompetensi dasar dapat
dikembangkan menjadi dua atau lebih indikator pencapaian hasil belajar, hal ini
sesuai dengan keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tertentu.
Indikator-indikator pencapaian hasil belajar belajar dari setiap kompetensi
dasar merupakan acuan yang digunakan untuk melakukan penilaian.
B.
HASIL BELAJAR
SEBAGAI OBJEK PENILAIAN
Sebelum melakukan penilaian, hal
yang harus difokuskan yaitu apa yang akan dinilai dari hasil pembelajaran yang
telah dilakukan?. Terhadap pertanyaan ini kita kembali kepada unsur-unsur yang
terdapat dalam proses belajar mengajar. Ada empat unsur utama proses belajar
mengajar, yaitu tujuan, bahan, metode, dan alat serta penilaian.
Tujuan sebagai arah dari proses
belajar mengajar pada hakikatnya yaitu rumusan tingkah laku yang diharapkan
dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya.
Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum
untuk disampaikan atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai kepada
tujuan yang telah ditetapkam. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang
digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan
untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau
tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui
keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.
Proses adalah kegiatan yang
dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya Sudjana (2013: 22). Dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia
mempunyai rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
instruksional, yang keduanya menggunakan klasifikasi hasil belaja dari Bloom
yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek,
yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi.
Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Krathhwohl (2010: 6) menyatakan
ranah kognitif dapat dibagi menjadi enam kategori yaitu: (1) mengingat, (2)
memahami, (3) mengaplikasikan, (4) menganalisis, (5) mengealuasi, dan (6)
mencipta.
Kemudian ranah selanjutnya yaitu
ranah afektif yang berkaitan dengan
sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi,
penilaian, organisasi, dan internalisasi. Sedangkan yang terakhir yaitu ranah
psikomotorik yang berkaitan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yaitu gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan,
gerakan keterampilan kompleks, serta gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga
ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ranah tersebut,
ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena
berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pembelajaran.
1.
Ranah
Kognitif
a)
Tipe
Hasil Belajar: Pengetahuan
Istilah pengetahuan diterjemahkan dari kata knowledge
dalam taksonomi Bloom. Pengetahuan yang dimaksud yaitu pengetahuan faktual di
samping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi,
istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, maupun nama-nama kota.
Dilihat dari proses belajar mengajar, istilah tersebut memang perlu dihafal dan
diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman
konsep-konsep lainnya.
Ada beberapa cara untuk dapat mengingat dan menyimpannya
dalam ingatan seperti teknik memo, mengurutkan kejadian, membuat singkatan yang
bermakna. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuh ranah kognitif tingkat rendah
yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe
hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini
berlaku pada semua bidang studi. Misalnya, hafal suatu rumus akan menyebabkan
paham bagaimana menggunakan rumus tersebut, sehingga akan memudahkan membuat
sebuah kalimat yang baik.
b)
Tipe
Hasil Belajar: Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan
adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri
sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah
dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam
taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada
pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan
sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.
Untuk lebih jelasnya mengenai tipe hasil belajar
pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu:
1)
Pemahaman
Terjemahan
Yaitu
pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya,
misalnya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka
Tunggal Ika, mengartikan warna bendera merah putih.
2)
Pemahaman
Penafsiran
Yaitu
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahuiberikutnya, atau
menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang
pokok dan yang bukan pokok. Menghubungkan pengetahuan tentang konjungsi kata
kerja, subyek, dan possesive pronoun sehingga siswa tahu dan mampu
menyusun kalimat sendiri. Misal kalimat “My friends is studying,” bukan
“My friends studying,” merupakam contoh pemahaman penafsiran.
3)
Pemahaman
Ekstrapolasi
Ekstrapolasi
maksudnya siswa diharapkan mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat
ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam arti waktu,
dimensi, kasus ataupun masalahnya.
Meskipun tipe hasil belajar pemahaman dapat dibedakan
menjadi tiga kategori, perlu diingat bahwa menarik garis yang tegas antara ketiganya
tidaklah mudah. Penyusunan tes dapat membedakan item yang susunannya ternasuk
sub kategori tersebut. Tetapi, tidak perlu berlarut-larut mempermasalahkan
ketiga perbedaan itu. Sejauh dengan mudah dapat membedakan antara pemahaman
terjemahan, penafsiran, dan ekstrapolasi, bedakanlah untuk kepentingan
penyusunan soal tes hasil belajar.
c)
Tipe
Hasil Belajar: Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret
atau situasi khusus. Abstraksi tersebut berupa ide, teori, atau petunuk teknis.
Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Menerapkan
abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya
pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.
Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru
bila tetap menjadi proses pemecahan masalah. Kecuali itu, ada satu unsur lagi
yang perlu masuk, yaitu abstraksi tersebut perlu berupa prinsip atau
generalisasi, yakni sesuatu yang umum sifatnya untuk diterapkan pada situasi
khusus.
d)
Tipe
Hasil Belajar: Analisis
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi
unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya dan atau susunannya.
Analisis merupakam kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari
ketiga tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai
pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahnya integritas menjadi bagian-bagian
yang tepat terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya, untuk hal lain
memahami cara bekerjanya, untuk hal lain lagi memahami sistematikanya. Bila
kecakapan analisis telah dapat berkembang pada seseorang, maka ia akan dapat
mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif.
e)
Tipe
Hasil Belajar: Sintesis
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk
menyeluruh disebut sintesis. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berpikir
pemahaman, berpikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai
berpikir konvergen yang satu tingkat lebih rendah daripada berpikir devergen.
Dalam berpikir konvergen, pemecahan atau jawabannya akan sudah diketahui
berdasarkan yang sudah dikenalnya.
Berpikir sintesis adalah berpikir devergen. Dalam
berpikir devergen pemecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan.
Mensintesiskan unit-unit tersebar tidak sama dengan mengumpulkannya ke dalam
satu kelompok besar. Mengartikan analisis sebagai memecah integritas menjadi
bagian-bagian dan sintesis sebagai menyatukan unsur-unsur menjadi integritas
perlu berhati-hati dan penuh telaah.
Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk
menjadikan orang lebih kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu hasil
yang hendak dicapai dalam pendidikan. Seseorang yang kreatif sering menemukan
atau menciptakan sesuatu. Kreativitas juga beroperasi dengan cara berpikir
devergen. Dengan kemampuan sintesis, orang mungkin menemukan hubungan kausal
atau urutan tertentu, atau menemukan abstarksinya atau operasionalnya.
f)
Tipe
Hasil Belajar: Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu
yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan,
metode, materil, dll. Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi perlu
adanya suatu kriteria atau standar tertentu. Dalam tes esai, standar atau
kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase “menurut pendapat anda” atau “
menurut teori tertentu”.
Frase yang pertama sukar diuji mutunya, setidak-tidaknya
sukar diperbandingkan atau lingkungan fariasi kriterianya sangat luas. Frase
yang kedua lebih jelas standarnya. Untuk mempermudah mengetahui tingkat
kemampuan evaluasi seseorang, item tesnya hendaklah menyebutkan kriterianya
secara eksplisit.
Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Mampu
memberikan evaluasi tentang kebijakan mengenai kesempatan belajar, kesempatan
kerja, dapat mengembangkan partisipasi serta tanggung jawabnya sebagai warga
negara. Mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi pemahaman, aplikasi,
analisis, dan sintesis akan mempertinggi mutu evaluasinya.
2.
Ranah
Afektif
Ranah afektif berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa
ahli mengatakan bawa sikap seseorang dapat diramalkan perubahaannya, bila
seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil
belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak
menilai ranah kognitif. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam
berbagai tingkah laku seperti perhatiaannya terhadap pelajaran, disiplin,
motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan
hubungan sosial.
Sekalipun bahan pelajaran berisi ranah kognitif, ranah
afektif harus menjadi bagian integral dari bahan tersebut dan harus tampak
dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Oleh sebab itu,
penting di nilai hasil-hasilnya.
Ada beberapa jenis ranah afektif sebagai hasil belajar.
Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang
kompleks.
a)
Reciving/
Attending
Yaitu semacam kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini, termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
(stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini, termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
b)
Responding
Responding
atau jawaban yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang
datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam
menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
c)
Valuing
Valuing atau
penilaian yang berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau
stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima
nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan
terhadap nilai tersebut.
d)
Organisasi
Yaitu pengembangan dari nilaike dalam satu sistem
organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan
prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah
konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll.
e)
Karakteristik
Nilai
Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi
pola kepribadian dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan nilai
dan karakteristiknya.
3.
Ranah
Psikomotorik
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam
tingkatan keterampilan, yaitu:
a)
Gerakan
refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar)
b)
Keterampilan
pada gerakan-gerakan dasar
c)
Kemampuan
perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif,
motoris, dll.
d)
Kemampuan
di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.
e)
Gerakan
– gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks.
f)
Kemampuan
yang berkenaan dengan komunikasi non decursive seperti gerakan ekspresif
dan interpretatif.
Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak
berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam
kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam kadar
tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya.
Hasil belajar afektif dan psikomotorik ada yang tampak
pada saat proses belajar mengajar berlangsung dan ada pula yang baru tampak
kemudian (setelah pembelajaran diberikan) dalam praktik kehidupannya di
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Itulah sebabnya hasil belajar
afektif dan psikomotorik sifatnya lebih luas, lebih sulit dipantau namun
memiliki nilai yang sangat berarti bagi kehidupan siswa sebab dapat secara
langsung mempengaruhi perilakunya.
Ketiga hasil belajar yang telah dijelaskan di atas
penting diketahui oleh guru dalam rangka merumuskan tujuan pembelajaran dan
menyusun alat-alat penilaian, baik melalui tes maupun bukan tes.
4.
Contoh
Penulisan Tujuan dengan Kata-kata Operasional
Tujuan pembelajaran biasanya diarahkan pada salah satu
dari taksonomi. Di Indonesia khususnya, kita mengenal di dunia pendidikan
menggunakan taksonomi Bloom. Dengan demikian, guru harus mampu menggunakan
kata-kata operasionalnya dalam menilai hasil belajar siswa. Berikikut beberapa
contoh penggunaan tujuan dengan kata-kata operasionalnya.
a)
Ranah
Kognitif
No.
|
Ranah Kognitif
|
Contoh Operasional
|
1.
|
Pengetahuan (C1)
|
1.
Siswa dapat menyebutkan kembali bangun-bangun geometri yang berdimensi
tiga.
2.
Siswa dapat menggambarkan satu buah segitiga sembarang.
|
2.
|
Pemahaman (C2)
|
1.
Siswa dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri tentang perbedaan
bangun-bangun geometri yang berdimensi dua dan berdimensi tiga.
2.
Siswa dapat menerjemahkan arti kode-kode (berita morse) yang dikirim oleh
kapal laut yang akan berlabuh.
|
3.
|
Penerapan (C3)
|
1.
Siswa dapat menentukan salah satu sudut dari suatu segitiga jika
diketahui sudut-sudut lainnya.
2.
Siswa dapat menghitung panjang sisi miring dari suatu segitiga siku-siku
jika diketahui sisi lainnya.
|
4.
|
Analisis (C4)
|
1.
Siswa dapat mengolah data mentah melalui statistika, sehingga dapat
diperoleh harga-harga range, interval kelas, panjang kelas, rata-rata
dan standar devisiasinya.
2.
Siswa dapat menganalisis tingkat kedalam dan luas pembahasan diskusi yang
mereka laksanakan.
|
5.
|
Sintesis (C5)
|
1.
Siswa dapat menyusun rencana belajar masing-masing sesuai dengan
kebijakan yang berlaku di Sekolah.
2.
Siswa dapat mengemukakan formula baru dalam menyelesaikan suatu Masalah.
|
6.
|
Evaluasi (C6)
|
1.
Siswa dapat menilai unsur kepadatan isi, cakupan materi, kualitas
analisis dan gaya bahasa yang dipakai oleh seorang penulis makalah tertentu.
2.
Siswa dapat menilai kualitas kemampuan pemikiran temannya berdasarkan
kemampuan dirinya.
|
Hamzah dan Satria Koni (2012: 73-74)
b)
Ranah
Afektif
No.
|
Ranah Afektif
|
Contoh Operasional
|
1.
|
Penerimaan (A1)
|
1.
Siswa dapat menyatakan setuju terhadap pendapat temannya.
2.
Siswa dapat mengikuti ajakan temannya untuk belajar bersama.
|
2.
|
Tanggapan (A2)
|
1.
Siswa bersedia menyelesaikan tugas terstruktur yang diberikan gurunya.
2.
Siswa sanggup meolong kesulitan yang dialami temannya.
|
3.
|
Berkeyakinan (A3)
|
1.
Siswa memutuskan untuk mengikuti studi tur yang diadakan sekolah.
2.
Siswa mengambil prakarsa untuk membersihkan kelas yang kotor.
|
4.
|
Pengorganisasian (A4)
|
1.
Siswa bersedia melengkapi kekurangan pada tugas yang diberikan oleh guru.
2.
Siswa sanggup menyesuaikan cara belajarnya dengan peraturan yang ada di
sekolah.
|
5.
|
Tingkat Karkteristik/ Pembentukan Pola (A5)
|
1.
Siswa bersikap sopam santun dalam pergaulan dengan gurunya.
2.
Siswa mempersoalkan nilai yang diberikan oleh gurunya.
|
Hamzah dan Satria Koni (2012: 74-75)
c)
Ranah
Psikomotorik
No.
|
Ranah Psikomotorik
|
Contoh Operasional
|
1.
|
Persepsi (P1)
|
1.
Siswa dapat menunjukkan obeng pipih dengan tepat setelah melihat
demonstrasi guru praktik.
2.
Siswa dapat memilih baju yang pantas untuk dirinya.
|
2.
|
Kesiapan (P2)
|
1.
Siswa mempertunjukkan cara menggunakan keyboard komputer dengan tepat.
2.
Siswa mampu menanggapi pesan kesalahan di layar komputer.
|
3.
|
Respons Terbimbing (P3)
|
1.
Siswa dapat melepas disket dari diskdrive dengan tepat setelah melihat
modul.
2.
Siswa dapat memasang kembali disket pada diskdrive setelah mendapat
petunjuk instruktur.
|
4.
|
Gerakan Mekanism (P4)
|
1.
Siswa dapat membongkar karburator sepeda motor dengan tepat.
2.
Siswa dapat memasang kembali karburator sepeda motor pada dudukannya
dengan tepat.
|
5.
|
Respons yang Kompleks (P5)
|
1.
Siswa dengan lancar dapat mendemonstrasikan cara mengatur format tampilan
di layar komputer.
2.
Siswa dapat melakukan gerakan dasar tari dengan luwes.
|
6.
|
Penyesuaian dan Keaslian (P6)
|
1.
Siswa dapat membuat variasi tampilan storyboard pada komputer.
2.
Siswa dapat mengatur kembali posisi buku di perpustakaan berdasarkan
kartu katalog.
|
Hamzah dan Satria Koni (2012: 75-76)
C.
PROGRAM TINDAK
LANJUT DARI HASIL BELAJAR
1.
Belajar Tuntas
Hakikat belajar tuntas yaitu
sistem belajar yang menginginkan sebagian besar peserta didik dapat menguasai
tujuan pembelajaran secara tuntas Kunandar (2014: 324). Keberhasilan
pembelajaran tuntas dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu
pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara
tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran.
Harapan dari proses pembelajaran
dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi
siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai,
bantuan, serta perhatian khusus bagi siswa yang lambat agar menguasai standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, maka dapat dikemukakan
prinsip-prinsip utama pembelajaran tuntas adalah penguasaan kompetensi
berdasarkan kriteria tertentu, pendekatan yang bersifat sistematik, dan
sistematis, pemberian bimbingan di mana di perlukan serta pemberian waktu yang
cukup.
Sedangkan pembelajaran tuntas
dalam Kurikulum 2013 adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip
ketuntasan secara individual. Dalam hal ini pemberian kebebesan belajar serta
mengurangi kegagalan siswa dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut
pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditunjukkan pada
sekelompok siswa (kelas), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan
perorangan siswa sedemikian rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas
memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal. Dasar
pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual yaitu adanya
pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing siswa.
Belajar
tuntas dilandasi oleh dua asumsi. Pertama, teori yang mengatakan bahwa
adanya hubungan antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial (bakat).
Kedua, apabila pelajaran dilaksanakan dengan sistematis, maka semua
siswa akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya. Oleh sebab itu,
siswa harus mampu mendapat penguasaan penuh terhadap bahan yang disajikan.
a)
Indikator
Guru Melaksanakan Pembelajaran Tuntas
1)
Metode
Pembelajaran
Metode
pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah
pembelajaran individual, pembelajaran sejawat (peer instruction), dan
bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai metode (multi metode) pembelajaran harus
digunakan untuk kelas atau kelompok. Pendekatan alternatif tambahan harus
digunakan untuk mengakomodasi perbedaan gaya belajar siswa. Pembelajaran tuntas
sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan kelompok kecil, tutorial
orang per orang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan
pembelajaran berbasis komputer.
2)
Peran
Guru dalam Pembelajaran Tuntas
Strategi
pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam
mendorong keberhasilan siswa secara individual. Peran guru dalam pembelajaran
tuntas adalah: (1) menjabarkan atau memecah KD ke dalam satuan-satuan (unit) yang
lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan-pengetahuan prasyaratnya, (2)
menata indikator berdasarkan cakupan dan urutan unit, (3) menyajikan materi
dalam bentuk yang bervariasi, (4) memonitor seluruh pekerjaan siswa, (5)
menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi (kognitif, afektif, dan
psikomotori), (6) menggunakan teknik diagnostik, dan (7) menyediakan sejumlah
alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang mengalami kesulitan siswa.
3)
Peran
Siswa dalam Pembelajaran Tuntas
Kurikulum
2013 sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran siswa sebagai subjek didik.
Fokus program sekolah bukan pada guru dan yang akan dikerjakankan, melainkan
siswa dan yang akan dikerjakannya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran tuntas,
siswa lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan.
Artinya, siswa diberikan kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian
kompetensi. Kemajuan siswa sangat tertumpu pada usaha serta ketekunan siswa
secara individual.
4)
Evaluasi
dalam Pembelajaran Tuntas
Ketuntasan
belajar ditetapkan dengan penilaian acauan patokan (criteria referenced)
pada setiap kompetensi dasar. Asumsi dasarnya adalah: (1) bahwa semua siswa
bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda-beda, (2) standar
harus ditetapkan terlebih dahulu.
2.
Pembelajaran
Remidial
Berdasarkan hasil ulangan harian
atau formatif yang materinya terdiri dari satu atau lebih kompetensi dasar,
makan dapat diperoleh nilai ulangan harian dalam dua kelompok yang dibandingkan
dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebagai berikut: pertama, siswa
yang nilai ulangannya di bawah KKM, yang berarti belum tuntas. Kedua, siswa
yang nilai ulangan hariannya sama atau di atas KKM, yang berarti sudah tuntas.
Siswa yang belum tuntas akan diberikan program remidial, sedangkan siswa yang
sangat tuntas (jauh melampui KKM, misalnya 90 ke atas) akan diberikan program
pengayaan.
Remidial diberikan kepada siswa
yang belum mencapai KKM. Kegiatan remidial dapat berupa tatap muka dengan guru
atau diberikan kesempatan untuk belajar sendiri, kemudian dilakukan penilaian
dengan cara: menjawab pertanyaan, membuat rangkuman pelajaran, atau mengerjakan
tugas mengumpulkan data. Waktu remidial diatur berdasarkan kesepakatan siswa
dengan guru, dapat dilakukan diluar jam efektif. Untuk itu, guru perlu menyusun
rancangan program remidial dan perangkat yang sesuai dengan kebutuhan serta
menerapkan program remidial untuk siswa yang hasil belajarnya belum mencapai
KKM.
a)
Pengertian
Pembelajaran Remidial
Remidial berasal dari kata remidy (bahasa Inggris), artinya obat,
memperbaiki atau menolong. Pembelajaran remidial adalah suatu pembelajaran yang
bersifat mengobati, menyembuhkan dan membuatnya lebih baik bagi siswa yang
hasil belajarnya masih di bawah standar telah ditetapkan oleh guru atau
sekolah.
Latar belakang pembelajaran remidial adalah: (1) adanya perbedaan siswa
dalam menangkap dan menyerap materi pembelajaran dan (2) adanya tuntutan
belajar tuntas (mastery-learning), yaitu pendekatan dalam pembelajaran
yang mempersyaratkan siswa secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun
kompetensi dasar mata pelajaran.
Asumsi belajar tuntas adalah: (1) penyebaran tingkat penguasaan atau
keberhasilan siswa mengikuti distribusi atau kurva normal, (2) bakat,
pembawaan, minat, IQ, EQ, dan SQ menentukan keberhasilan siswa, dan (3) semua
siswa akan dapat menguasai secara tuntas bahan pelajaran yang diberikan,
asalkan kepada mereka diberikan waktu yang cukup dan pelayanan yang sesuai dan
tepat.
b)
Tujuan dan
Prinsip Pembelajaran Remidial
Tujuan pembelajaran remidial adalah: (1) siswa dapat memahami dirinya,
khususnya prestasi belajarnya, dapat mengenal kelemahannya dalam mempelajari
materi pelajaran dan juga kekuatannya, (2) siswa dapat memperbaiki atau
mengubah cara belajar ke arah yang lebih baik, (3) siswa dapat memilih materi
dan fasilitas belajar secara tepat, (4) siswa dapat mengembangkan sikap dan
kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang lebih baik, dan
(5) siswa dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya,
setelah ia mampu mengatasi hambatan-hambatan yang menjadi penyebab kesulitan
belajarnya, dan dapat mengembangkan sikap serta kebiasaan yang baru dalam
belajar.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pembelajaran tuntas adalah: (1)
penyiapan pembelajaran: proses identifikasi kebutuhan siswa dan menyiapkan
rencana pembelajaran agar efektif, (2) merancang berbagai kegiatan pembelajaran
remidial untuk siswa dengan bervariasi, (3) merancang belajar bermakna,
misalnya games, kuis dan sebagainya, (4) pemilihan pendekatan
pembelajaran, (5) berikan arahan yang jelas untuk menghindari kebingungan
siswa, (6) rumuskan gagasan utama sesuai dengan kesulitan yang dialami siswa,
(7) meningkatkan keinginan belajar dan motivasi kepada siswa, (8) mendorong
siswa berpartisipasi aktif dalam kelas, (9) mengfokuskan pada proses belajar,
dan (10) memperhatikan kepedulian terhadap individu siswa.
c)
Langkah-langkah
Pembelajaran Remidial
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kegiatan remidial adalah:
1)
Mengidentifikasi
kesulitan belajar siswa.
2)
Analisis hasis
diagnosis kesulitan belajar.
3)
Menentukan
penyebab kesulitan.
4)
Menyusun
rencana kegiatan remidial.
5)
Melaksanakan
kegiatan remidial (perlakuan).
6)
Menilai
kegiatan remidial (memberi tes)
Sedangkan model pembelajaran
remidial yang dilakukan adalah:
1)
Model
pembelajaran remidial di luar jam sekolah
2)
Model
pembelajaran remidial pemisahan
3)
Model
pembelajaran remidial tim
3.
Pembelajaran
Pengayaan
Dalam rangka membantu siswa
mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses
pembelajaan perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menentang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, dan kemandirian sesuai
dnegan bakat, minar, dan perkembangan fisik secara psikologis siswa.
Untuk mencapai tujuan dan
prinsip-prinsip pembelajaran tersebut tidak jarang dijumpai adanya siswa yang
memerlukan tantangan berlebih untuk mengoptimalkan perkembangan prakarsa,
kreativitas, partisipasi, kemandirian, minat, bakaar, keterampilan fisik, dan
sebagainya. Untuk mengantisipasi potensi lebih yang dimiliki siswa tersebut,
setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran pengayaan.
Pembelajaran pengayaan dilakukan untuk memberi kesetaraan kesempatan bagi siswa
yang belajar lebih cepat mendalami materi subjek pelajaran.
a)
Hakikat
Pembelajaran Pengayaan
Secara umum dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan siswa yang
melampui persyaratan minimal yang ditekankan oleh kurikulum dan tidak semua
siswa dapat melakukannya. Program pengayaan adalah program pembelajaran yang
diberikan kepada siswa yang belajar lebih cepat. Hal ini dilaksanakan
berdasarkan suatu keyakinan bahwa belajar merupakan suatu proses yang terus
terjadi (on going process) dan belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan
(fun) dan sekaligus menantang (challenging).
Ada dua model pembelajaran bagi siswa yang memerlukan pembelajaran
pengayaan. Pertama, siswa berkemampuan belajar lebih cepat diberi
kesempatan memberikan pelajaran tambahan kepada siswa yang lambat belajar. Kedua,
pembelajaran yang memberikan suatu proyek khusus yang dapat dilakukan dalam
kurikulum ekstrakurikuler dan dipresentasikan di depan rekan-rekannya.
Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada siswa yang memiliki
kecerdasasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka
mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.
b)
Jenis
Pembelajaran Pengayaan
Ada tiga jenis pembelajaran pengayaan yaitu:
1)
Kegiatan
eksploratori
Kegiatan ini
bersifat umum yang dirancang untuk disajikan kepada siswa. Sajian dimaksud
berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh masyarakat, dan lain sebagainya yang
secara reguler tidak tercakup dalam kurikulum
2)
Keterampilan
Proses
Pada kegiatan
ini diperlukan oleh siswa agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan
investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri.
3)
Pemecahan
Masalah
Kegiatan ini
diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa
pemecahan masalah nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau
pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.
4.
Laporan Hasil
Belajar Siswa
a)
Cakupun Laporan
Hasil Belajar Siswa
Laporan kemajuan hasil belajar siswa dibuat sebagai pertanggungjawaban
lembaga sekolah kepada orang tua/ wali siswa, komite sekolah, masyarakat, dan
instansi terkait lainnya. Laporan tersebut merupakan sarana komunikasi dan
kerja sama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat yang bermanfaat baik bagi
kemajuan belajar siswa maupun pengembangan sekolah
Pelaporan hasil belajar siswa
mempunyai beberapa aspek yang harus ada di dalamnya, pelaporan hasil belajar
siswa mempunyai tiga aspek yaitu:
a)
Rincian hasil
belajar siswa berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
b)
Informasi yang
jelas, komprehensif, dan akurat tentang perkembangan siswa.
c)
Bahan informasi
kepada orang tua tentang perkembangan hasil belajar anaknya.
b)
Bentuk Laporan
Hasil Belajar Siswa
Laporan kemajuan belajar siswa disajikan dalam data kuantitatif dan
kualitatif. Data kuantitatif disajikan dalam angka (skor), dan data kualitatif
disajikan dalam bentuk deskripsi. Laporan hasil belajar berupa data kompetensi
siswa yang dibuat oleh guru dan wali kelas. Data yang dibuat guru berupa daftar
nilai dalam bentuk buku dan lembaran yang menggambarkan seluruh kompetensi mata
pelajaran tertentu Kunandar (2014: 343). Data yang disajikan dalam bentuk angka
dan deskripsi setiap kompetensi inti (KI) sebagai laporan kepada orang tua
melalui satuan pendidikan.
Bentuk pelaporan dapat berupa lembaran, buku, dan buku yang disertai
lembaran. Laporan dalam bentuk lembaran hendaknya memuat seluruh informasi
tentang kemajuan siswa secara menyatu.
c)
Isi Laporan
Hasil Belajar Siswa
Laporan hasil belajar memuat infromasi sebagai berikut yaitu:
1)
Identitas
siswa;
2)
Perkembangan
siswa secara akademik, fisik, sosial emosional, dan ketakwaan menurut agamanya;
3)
Potensi siswa yang
perlu dikembangkan;
4)
Partisipasi
siswa dalam kegiatan di sekolah;
5)
Rekomendasi
bagi siswa dan orang tua/ wali;
6)
Tanda tangan
wali kelas, kepala sekolah, dan orang tua/ wali siswa.
d)
Rekap Nilai
Rekapitulasi nilai merupakan rekap kemajuan belajar siswa oleh guru, yang
berisi informasi tentang pencapaian kompetensi siswa untuk setiap KD, dalam
kurun waktu satu semester. Tahapan pencapaian kompetensi siswa dalam
rekapitulasi nilai ini meliputi nilai KD, nilai-nilai remidial serta nilai
pengayaan. Nilai setiap KD diperoleh dari nilai proses dan nilai akhir.
e)
Raport
Raport adalah laporan kemajuan belajar siswa dalam kurun waktu satu
semester. Raport berisi informasi tentang pencapaian kompetensi yang telah
ditetapkan dalam kurikulum. Masing-masing sekolah boleh menetapkan sendiri
model raport yang dikehendaki. Nilai raport adalah nilai mata pelajaran yang
menggambarkan kemampuan siswa Kunandar (2014: 344).
Nilai raport tersebut diperoleh dengan cara menggabungkan nilai proses
(nilai harian, tugas, pengamatan, dan sebagainya) dan nilai Ulangan Tengah
Semester (UTS), Ulangan Akhir Semester atau Ulangan Kenaikan Kelas (UKK). Bobot
nilai proses tidak lebih kecil dari nilai akhri.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengukuran, penilaian, dan asesmen dalam menentukan hasil belajar perlu
dilakukan.pengukuran adalah pengumpulan fakta-fakta
kuantitatif untuk membandingkan beberapa objek dengan standar yang telah
disesuaikan dengan objek yang di ukur. Dibidang pendidikan pengukuran berarti
mengukur karakteristik dan kemampuan siswa. Pengukurandilakukan secara
sistematis dan menggunakan alat ukur yang baku.Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh beragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar
siswa atau informasi tentang ketercapaian kompetensi siswa. Oleh karena itu,
penilaian berfungsi membantu guru untuk merencanakan kurikulum dan pengajaran,
di dalam proses belajar mengajar, kegiatan penilaian membutuhkan informasi dari
setiap individu atau kelompok siswa serta guru. Guru dapat melakukan penilaian
dengan cara mengumpulkan catatan yang diperoleh melalui ujian, produk,
observasi, portofolio, unjuk kerja, serta data hasil wawancara.assesment dapat
diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang
dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa, baik yang
menyangkut kurikulum, program-program pembelajaran, iklim sekolah maupun
kebijakan-kebijakan sekolah. Assesment secara sederhana dapat diartikan sebagai
proses pengukuran dan non pengukuran untuk memperoleh data karakteristik siswa
dengan aturan tertentu.
Harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah
untuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan
kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi
siswa yang lambat agar menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dari
konsep tersebut, maka dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelajaran
tuntas adalah penguasaan kompetensi berdasarkan kriteria tertentu, pendekatan
yang bersifat sistematik, dan sistematis, pemberian bimbingan di mana di
perlukan serta pemberian waktu yang cukup.Siswa yang belum tuntas akan
diberikan program remidial, sedangkan siswa yang sangat tuntas (jauh melampui
KKM, misalnya 90 ke atas) akan diberikan program pengayaan.
B.
SARAN
Sebaiknya
sumber kesalahan dalam penilaian dapat dihindari agar nilai yang dihasilkan
adalah nilai yang orisinilitas dan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Guru
sebaiknya dalam penilain mempertahikan hal sebagai berikut :
1. Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik.
2. Kesalahan pada waktu melakukan penilaian karena faktor subjektif penilai
telah mempengaruhi hasil pengukuran
3.
Kecenderungan
dari penilai untuk memberikan nilai secara murah atau mahal.
4. Kesalahan pada waktu melakukan penilaian karena faktor subjektif penilai
telah mempengaruhi hasil pengukuran
5. Kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan menjumlah angka-angka hasil penilaian.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsini. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
------------------------.
2015. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Buchori. 2008. Teknik-teknik
Evaluasidan Penilaian. Bandung: Jemmars.
Cangolesi, James S. (1995).
Merancang tes untuk menilai prestasi siswa. Bandung: ITB.
Harjidipuro,
Siswoyo. 2004. Pelajaran dari Penampilan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamzah. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hamzah, dan Satria
Koni. 2012. Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hartini, Sri.
2011. Evaluasi Pembelajaran. Solo: Qinant.
Hopkins, Charles d. & Richard
L. antes. (1990). Classroom measurement and evaluation. F.E.peacock.
Ign. Masidjo .(1995). Penilaian pencapaian
hasil belajar siswa di sekolah. Jakarta: kanisius.
Krathwol, David
R., dan Lorin W. Anderson. 2010. Kerangka
Landasan untuk
Pembelajaran,
Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kunandar. 2014. Penilaian
Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
Berdasarkan
Kurikulum 2013). Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Purwanto. 2013. Evaluasi
Hasil Belajar.Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Purwanti, endang. (2008).
Assesement pembelajaran SD. Direktoral jendral pendidikan tinggi. Departemen pendidikan
nasional
Rasyid, Harun
dan Mansur. 2009. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana
Prima.
Sarwiji,
Suwandi. 2010. Model Assesmen Pembelajaran. Surakarta: Yumas
Pustaka.
Sudjana, Nana.
2013. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda
Karya.
Suprananto.
2012. Pengukuran dan Penilaian
Pendidikan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Surapranata,
Sumarna. 2007. Panduan Penilaian Tes Tertulis. Jakarta: PT.
Remaja
Rosda Karya.
Thoha, Habib.
2004. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafinfo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar